Jumat, 09 September 2011

Compactor still needed for big mining

Compactor atau alat pemadat, sering dianggap tidak diperlukan untuk tambang besar. Apalagi dengan alat angkut (dump truck) yang berukuran sangat besar, katakanlah, 150 ton up. Dianggap self compacting dengan truck tersebut, sudah lebih dari cukup, bahkan melebihi kemampuan memadatkan oleh compactor.
Tapi, adalah fakta yang tidak bisa dipungkiri juga, kalau di tambang, area yang paling sulit dirawat adalah disposal area. Kalau jalan, bisa terbilang paling bagus diantara lintasa dup truck lainnya. Sementara front, bisa dikatakan sedikit lebih baik dari disposal. Disposal akan lebih buruk lagi permukaannya, kalau menggunakan area bekas rawa.
Umumnya memang disposal area dibuat dari tumpukan/urugan material overburden, yang dengan semakin banyak dan semakin lama, maka akan menjadi makin tinggi. Artinya, akan makin banyak volume yang diperlukan untuk pembuatan disposal area tersebut. Dari awal pembuatannya, lapis demi lapis dipadatkan menggunakan compactor maupun dump truck.
Begitu umumnya pembuatan disposl area di Indonesia. Compactor yang dilibatkan, bukanlah yang berukuran besar. Rata-rata cukup menggunakan kelas 11 ton.
Namun, 1 hal yang lazim terjadi di tiap tambang adalah, disposal area memiliki permukaan jalan yang paling buruk dibanding lainnya.
Apa efek dari hal tersebut? tentu yang langsung terkait, adalah menurunnya produktivitas dump truck. Pada jangka panjangnya, bisa mengurangi durabilitas alat.
Dump truck, apalagi yang bermuatan, bisa memberikan efek pada tanah yang dilaluinya. Namun, lebih kearah alat gilas, bukan pemadat. Efek kedalaman pemadatannya juga berbeda.

Bahkan compactor pun juga terdiri dari berbagai variasi kedalaman pemadatan. Kalau 1 lapis pemadatan memerlukan 1 meter lapisan tanah, tinggal menyesuaikan dengan yang bisa meng-cover 1 meter tsb. Begitu pula untuk angka lainnya.
Sedangkan truck, efek pemadatan secara empiris, tidak lebih dari 50 cm. Namun, bukan berarti sebagai alat gilas hanya berefek pada 50 cm tersebut. Bisa lebi hdalam, namun kekuatan gilasnya semakin kecil. Maka yang sering terjadi, pada ritase berikutnya tanah yang terinjak akan turun dan turun lagi, meski tidak terjadi penurunan yang signifikan.
Berbeda dengan compactor, begitu tercapai pemadatan yang diinginkan, ritase berikutnya tidak lagi akan menurunkan level permukaan tanahnya.
Insya Allah tulisan mendatang ingin mengulas hal ini lebih mendalam.
Semoga bermanfaat

Selasa, 17 Mei 2011

Berbondong-bondong beralih ke big machine

Berbondong-bondong beralih ke big machine

Harga batubara saat ini, dan masa-masa mendatang, rasanya akan terus mengalami fluktuasi. Namun, fluktuasi tersebut nampaknya masih di level yang bagus. Kisarannya mungkin hanya di area ‘untung besar atau untung kecil’ saja. Bukan di wilayah ‘untung atau rugi’. Atau kalau di area teknis, pengaruhnya nanti pada berapa besaran striping ratio yang dianggap masih menguntungkan. Bukan pada apakah kalau buka tambang batubara akan untung atau rugi.


Sekarang ini, makin banyak tambang batubara yang berusaha mengganti kelas alat beratnya menjadi lebih besar. Yang tadinya menggunakan kelas 60 ton, beralih ke 100 ton. Bahkan yang tadinya sudah menggunakan kelas 150 ton, juga berusaha ke 225 ton. Bahkan beberapa customer pengin memilih kelas terbesar yang ada di dunia.

Hari ini, tambang batubara, semakin dalam. Karena rata-rata lapisan batubara di Indonesia bukanlah lapisan yang mendatar. Bahkan beberapa diantaranya malah sempurna tegaknya. Batubara yang ditambang, arahnya semakin ke dalam bumi. Tambang semakin jauh kedalam bumi, tanjakan jalan makin tinggi, dan front tambang juga akan semakin sempit. Sangat riskan kalau mengoperasikan truck dengan jumlah banyak. Namun juga tidak lantas bisa segera diputuskan untuk menaikkan kelas truck-nya.
Makin besar truck, membutuhkan daya dukung tanah yang semakin besar pula. Juga membutuhkan lebar jalan yang lebih pula.

Inilah problem besar yang harus dipikirkan sebelum memutuskan naik kelas.

Rabu, 20 April 2011

Blasting vs loading-hauling cost

ivanespe - Blasting, atau peledakan untuk membongkar material batuan yang tergolong keras, saat ini sudah hampir menjadi kebutuhan mutlak untuk tiap tambang yang memungkinkan untuk penggunaan metode tersebut. Memang ada beberapa metode lain yang bisa dilakukan untuk pembongkaran batuan ini, diantaranya direct digging (membongkar material langsung menggunakan excavator) dan ripping (menggunakan bulldozer yang dilengkapi dengan attachmet belakang berupa ripper). Metode blasting ini memiliki banyak keunggulan dibandingkan metode lain, diantaranya produksi yang dihasilkan bisa lebih tinggi dibandingkan metode lain, sehingga berpotensi juga menurunkan biaya produksi tambang. Selain itu, metode blasting ini cocok untuk diterapkan pada tambang besar dengan alat muat sangat besar. Bahkan untuk alat muat dengan kapasitas 6.5 m3 keatas, akan lebih efisien bila menggunakan metode blasting. Dengan ukuran bucket tersebut, kemungkinan sudah memerlukan ukuran jenjang pemuatan setinggi 3.5 m, akan sulit untuk dipenuhi oleh metode ripping. Rata-rata, hasil ripping untuk kelas bulldozer yang umum di tambang, sekelas Komatsu D375 atau Cat D10, hanya bisa memberikan kedalaman penggalian (yang menjadi ketinggian jenjang alat muat) sekitar 1.5 m. Sedangkan untuk metode direct excavating, masih tergantung kekerasan batuannya.

Output Peledakan

Output dari peledakan sendiri, sebenarnya sangat ditentukan oleh kekuatan peledakan maupun dimensi desain peledakannya. Yang dimaksud dimensi desain peledakan, merupakan perpaduan dari kedalaman dan diameter lubang tembak, juga ukuran jarak burden & spacing. Karena, output peledakan bukan sekedar berapa banyak volume yang diinginkan, namun sering juga dituntut untuk menghasilkan sebaran fragmentasi yang diinginkan. Kalau secara volumenya banyak, namun fragmentasi hasil peledakan masih menyisakan ukuran boulder yang banyak pula, malah akan menyulitkan proses penanganan berikutnya. Di beberapa kuari batuan, bahkan diperlukan secondary blasting untuk memperkecil ukuran boulder yang oversize tersebut, atau sengaja invest excavator yang dilengkapi dengan hydraulic breaker untuk memperkecil ukuran boulder tersebut. Oversize tersebut bisa ditinjau dari kacamata ukuran bucket alat muat, dump body alat angkut, maupun ukuran hoper, feeder, dan crusher (untuk kuari). Oversize bisa menyebabkan sulitnya dimuat, kerusakan dinding dump body, proses pemuatan di hoper terhenti, sampai crusher yang macet karenanya. Kalau boulder tersebut masih dilapangan, tinggal disingkirkan agar tidak mengganggu alat angkut alat muat, selesai. Tapi kalau sudah terlanjur menyumbat crusher, macet, maka proses produksi akan terhenti, karena terhentinya satu rantai produksi. Maka tidak ada pilihan lain, batu tersebut harus diatasi.

Biaya Peledakan

Semakin rapat jarak burden dan spasing pada satu desain peledakan, maka akan menghasilkan fragmentasi hasil peledakan yang lebih kecil pula. Demikian pula sebaliknya. Bila menginginkan hasil peledakan dengan ukuran boulder yangrelatif sedikit, perlu pula diatur dimensi peledakan yang tepat. Namun perlu diingat, bahwa merapatkan jarak burden dan spasing, tentu akan membutuhkan jumlah lubang tembak yang lebih banyak. Dan, semakin banyak lubang tembaknya, otomatis juga akan memerlukan bahan peledak yang lebih banyak pula. Itu berarti biaya yang dibutuhkan akan lebih besar.

Blasting cost vs loading-hauling cost

Kalau kita ingin membuat sensitifitas analisis pengaruh pengaturan peledakan dengan proses berikutnya (yaitu loading-hauling) mari kita buat satu alat ukur yang sama. Biaya produksi yang umum dipakai adalah Rp/bcm. Semakin banyak biaya (Rp) maka perbandingan itu akan semakin besar, demikian juga kalau bcm-nya makin besar, berarti nilai Rp/bcm akan semakin kecil pula. Nah, kalau diatas tadi masalah peledakan sudah disinggung, makin banyak lubang tembak, atau menghasilkan fragmentasi kecil akan memerlukan biaya makin besar.
Sekarang kita lihat kaitannya dengan loading-hauling cost.
Makin banyak dan besar boulder hasil peledakan, akan menyulitkan bagi proses loading & hauling. Ini bukan saja menyulitkan, tapi akan menurunkan produktivitas alat loading hauling. Jelas, karena cycle time alat muat pasti akan bertambah. Turunnya produktivitas alat loading hauling ini, pada rumusan Rp/bcm, tentu akan menjadi faktor penambah nilai akhir. Katakanlah, biaya (Rp) tetap, tapi dengan menurunnya nilai produktivitas, berarti Rp/bcm akan lebih tinggi. Hauling cost? Ya tentu saja. Dengan lebih lamanya truck menunggu untuk dimuati, akan enyebabkan cycle time truck menjadi lebih lama, dan produktivitas lebih kecil. Akhirnya, akan sama dengan alat muat tadi.

Jadi, blasting cost akan berbanding terbalik dengan loading cost maupun hauling cost.

Kamis, 07 April 2011

Ban Yang Digunakan Pada Komatsu Off-Highway Dump Trucks.

Ban Yang Digunakan Pada Komatsu Off-Highway Dump Trucks.

1. Karakteristik ban dan kondisi operasi
Memilih jenis ban yang sesuai untuk digunakan pada operasi dump truck adalah sangat penting, hal ini dikarenakan komponen biaya pada pekerjaan transportasi hasil tambang menunjukan bahwa biaya yang terserap untuk ban cukup tinggi dan kecenderungan semakin meningkat. Oleh karena itu pengetahuan tentang ban dan aplikasinya dirasa sangat penting dipahami oleh pihak-pihak yang terkait dengan pengoperasian dump truck. Tabel 24 menggambarkan karakteristik ban yang disesuaikan dengan kondisi permukaan jalan dan TMPH.

Tabel 24, Karakteristik ban dan kondisi operasi


Characteristics Haul Distance and Payload Surface Condition
Low
TMPH Middle
TMPH High
TMPH Rocks Scattered on Surface Surface Ruggedness Sub base
Thin Nor-
mal Thick Good Nor-
mal Bad Nor-
mal Soft
CR       
CR    
HR,SHR   
Note CR : Cut Resistance
HR : Heat Resistance SHR : Super Heat Resistance

2. Ban yang tersedia untuk Komatsu dump trucks
Semua Komatsu dump trucks, hanya menggunakan ban jenis tubeless, dan setiap ukuran ban diklasifikasikan ke dalam kode E3 dan E4. Kedua-duanya mempunyai karakteristik yang sama, yaitu CR, GP atau HR, untuk disesuaikan terhadap kondisi operasi.
Ukuran dan kode ban untuk Komatsu dump trucks adalah seperti contoh berikut :

Penggunaan ban untuk HD325-6
Model Tires size Code Remarks

HD325-6 18.00-33-32PR E-3,E-4
18.00-33-28PR E-3,E-4
18.00R33** E-3,E-4 * Radial tires
Code E adalah ban tipe Earthmover service yang aplikasinya untuk transportasi. Umumnya ban dengan kode E digunakan pada : Dump trucks, Articulated dump trucks, Coal haulers dan Motor scrapper.





Pada applikasi transportasi, ban yang diperlukan ialah ban yang mempunyai karakteristik :
 Heat-resistance
 Cut-resistance
 Wear-resistance
 Shock burst-resistance

3. Aplikasi ban (earthmover service) sesuai dengan klasifikasinya

Service TRA
classification Tread Use






Earthmover E-1 Rib For front wheels of dump trucks

E-2
Traction For scrapers used on sandy ground and soft soil where traction is necessary.

E-3
Rock For dump trucks and scrapers used where resistance against external damage and abrasion is important.

E-4
Rock Deep Tread For scrapers and dump trucks used where resistance against external damage and abrasion is required.

E-7
Floatation For carry-all scrapers stronger than E3, used where only floatation is needed.


4. Memilih jenis ban dengan memperhitungkan TMPH
Beban angkut, temperatur, jarak angkut yang jauh, kecepatan laju kendaraan yang tinggi, jika menggunakan ban yang standar, kemungkinan tidak sesuai. Karena ban standar memiliki TMPH yang kecil. Untuk menentukan jenis ban yang cocok dengan kondisi yang digambarkan seperti di atas, terlebih dahulu nilai TMPH harus diperhitungkan , kemudian baru dipilih jenis ban yang optimum. (lihat tabel 25)

Tabel 25, TKPH untuk tipe ban bias
Model Tire size Code BRIGESTONE
Pattern HR GP CR
HD255-5
16.00-25-28PR OR
16.00-25-32PR E-3 RL 204 139 124
E-4 RLS - 111 97
HD325-6
18.00-33-28PR OR
18.00-33-32PR E-3 RL 314 212 190
E-4 ELS2 - 182 161
HD465-5 21.00-35-32PR OR
21.00-35-36PR E-3 RL 392 270 248
E-4 ELS2 - 219 204
HD465-5 24.00-35-36PR E-3 RL 460 328 292
E-4 RLS 394 277 234
Model Tire size Code BRIDGESTONE
Patern HR GP CR
HD785-3 24.00-49-48PR
E3 RL 577 431 357
E4 ELS 518 362 321
HD785-3 27.00-49-42PR OR
27.00-49-48PR E3 EL 701 496 423
E4 ELS 569 409 350
HD1200M-1 33.00-51-50PR E4 ELS - 533 460
33.00-51-58PR E4 ELS - 533 460
HD1600M-1 36.00-51-50PR E4 ELS - 469 526
36.00-51-58PR E4 ELS - 469 526
Note :
1. The TKPH in the table is value at an ambient temperature of 38°C. (the value as of February 1990). If the distance for the round trip exceeds 5 km, the tire life is groverned by travel conditions, so check with the tire maker

Selasa, 05 April 2011

Murah selalu menguntungkan, benarkah?

Murah selalu menguntungkan, benarkah?

ivanespe - Semakin banyak merk alat berat yang ada di Indonesia, semakin memberikan pilihan bagi pengguna untuk mencari, mana yang paling tepat untuk dibeli. Untuk bersaing dengan merk yang sudah mapan di Indonesia, rata-rata merk baru tersebut dijual dengan harga yang lebih murah. Benarkah harga alat yang murah selalu menguntungkan? Tulisan ini sedikit memberikan gambaran perlunya sedikit saja berhitung ke depan sebelum memutuskan membeli alat. Tentu tulisan ini tidak ingin membela ataupun memojokkan satu merk tertentu, namun semata memberikan pertimbangan lain dalam memilih alat.
“Uang untuk invest 3 unit merk X yang mahal, bisa dapat 4 unit merk Y yang jauh lebih murah. Saya tahu support Y belum begitu bagus, ketika perlu service atau part, akan sulit. Rencana, tahun depan, 1 dari 4 alat saya jadikan ‘toko’, availability 3 sisanya akan tertolong.” Begitu argumen yang sering muncul untuk pemilih alat berat dengan harga relatif murah. Toko adalah istilah yang sering digunakan untuk alat berat yang akhirnya dikorbankan untuk diambil masing-masing komponennya untuk unit lain. Istilah lainnya adalah kanibal.
“ Merk mahal biasanya punya product support yang bagus. Saya nggak mau capek nungguin spare part atau service-nya kalau pas rusak. Mending mahalan dikit, tapi alat lebih banyak kerja. Ujung-ujungnya saya bisa dapat uang lebih banyak dari produksi alat ini. Saya mau fokus di core business saya.” Kalau ini argumen pemilih alat ‘mahal’, yang berhitung, banyaknya produksi satu kurun waktu, bisa menutupi ‘mahalnya’ alat maupun product supportnya.
Kalau dibuat statistik, alat berat baru untuk kelas yang sama, deviasi harga di Indonesia untuk alat termahal dengan yang termurah, bisa jadi mencapai 30%, bahkan 40%. Angka yang sangat menggiurkan bagi investor alat berat. Kalau dibuat pengelompokan, memang masing-masing ada peminatnya. Bahkan pemegang market share, selalu didominasi merk-merk lama yang secara kelompok tergolong ‘mahal’.
Bagi saya, sebenarnya memilih alat berat ini tergolong seni, saking banyaknya variabel yang harus dipertimbangkan dalam memilihnya, dan agak sulit membuat analisa yang kuantitatif. Dan sah-sah pula pembeli punya alasan yang irrasional dalam memilih alat. Ada yang balas budi ke salesman alat berat karena sudah dibantu mendapatkan proyek, ada yang karena diimingi jalan-jalan keluar negeri kalau beli sekian unit, percaya saja sama paranormal yang disewanya, dan alasan lain yang sangat sulit dinumerik-kan. Sehingga tidak bisa dibandingkan secara ‘aple to aple’.
Termasuk seni juga, saat menggunakan teori ‘time value of money’, juga harus hati-hati. Parameter mana yang paling cepat kembali modal, tidak sepenuhnya bisa dipakai. Karena perlu juga dipertimbangkan adanya ‘overhaul’ pada satu waktu, biaya perawatan & operasi yang semakin tua semakin tinggi, availability yang semakin rendah, fuel consumption yang makin tinggi, dll.

Karakter proyek

Ini satu hal yang sangat mendasar yang perlu dipertimbangkan, bagaimana sebenarnya karakter proyek yang menggunakan alat berat tersebut. Apakah memberikan profit margin yang tinggi, umur proyek yang relatif panjang, faktor kesampaian lokasinya, atau karakter spesifik lainnya.
Sektor konstruksi, misalnya, jam penggunaan alat berat umumnya tidak begitu tinggi. Sektor pertambangan batubara, saat ini profit margin sedang bagus, atau sektor perkebunan untuk land clearing, perlu alat yang bisa dipantau dari jauh menggunakan GPS, atau forestry HTI yang rata-rata umur proyeknya panjang namun potensi kerusakan juga cukup besar.
Alat yang digunakan untuk disewa dengan jangka waktu relatif pendek, misalnya 1 tahun, bisa saja menggunakan alat ‘murah’, yang bila dihitung pada akhir sewa sudah bisa memberikan nilai kembali modal atau nilai jual bekas yang menguntungkan. Di beberapa sektor pertambangan batubara dan emas, bahkan banyak yang menyerahkan perawatan alat berat kepada distributor (full maintenance contract) meski harus menanggung biaya per-jam yang lebih tinggi, toh profit margin dari pertambangan ini memang sedang bagus dan pengguna bisa fokus pada core business-nya.

Layanan purna jual

Tiap alat berat, sebagus apapun, pasti akan mengalami kerusakan. Nah saat rusak itulah, dukungan purna jual diperlukan. Entah itu berupa spare part, service, maupun engineering.
Untuk layanan purna jual, umumnya distributor lokal-lah yang sudah memiliki keunggulan di sisi ini. Baik dari sisi coverage area maupun kualitasnya. Artinya, dimanapun alat beratnya, bisa dijangkau dengan layanan tersebut. Juga dari sisi kecepatan layanan, akan lebih cepat didukung oleh cabang distributor terdekatnya.
Memang ada merk tertentu yang tidak memiliki distributor maupun perwakilan di Indonesia, jadi tiap kali pemakai mau membeli spare part original, harus impor langsung dari negara asalnya. Untuk hal seperti ini, dari awal pemilihan alat, pemakai harus mengetahui persis, sehingga bisa memperkirakan bila alatnya suatu saat mengalami kerusakan, bisa diperkirakan, berapa lama spare part-nya bisa dikirim, dan akhirnya berapa lama alatnya tidak bisa dipakai.

Kekuatan Finansial

Untuk faktor ini, agak susah mengatasinya. Karena terkait dengan kemampuan perusahaan dalam melakukan investasi alat berat. Namun sekarang makin banyak jalan keluar untuk hal ini, semisal semakin banyaknya perusahaan leasing ataupun bank yang mau menjadi lembaga penalang dana untuk keperluan investasi alat berat. Bahkan lembaga pembiayaan syariah pun sudah terjun pula di bisnis yang menggiurkan ini. Kadangkala mereka juga terbatas oleh budget yang akan disediakan untuk satu perusahaan tertentu. Karenanya, tak jarang pula satu pengguna alat berat melakukan kredit pada beberapa lembaga pembiayaan untuk mengatasi kendala budget ini.

Nah, selamat menentukan.

Senin, 04 April 2011

Misaplikasi & Misoperasi

Ivanespe - Entah istilah yang saya ambil sebagai judul diatas benar atau salah sebagai kata serapan dari Bahasa Inggris ke Bahasa Indonesia, tapi kedua istilah tersebut sudah terlanjur melekat di benak orang-orang yang berkecimpung di dunia alat berat di Indonesia.

Namun masih sering sedikit membingungkan untuk membedakannya, bahkan sebagian orang menyamakan antara keduanya, meskipun, sebenarnya ada perbedaan yang cukup signifikan antara misaplikasi dan misoperasi.
Sebelumnya, mari kita bahas definisi aplikasi dan operasi alat berat. Aplikasi alat berat meliputi semua hal tentang perencanaan penggunaan alat berat di lapangan. Mulai pemilihan, pengiriman alat berat ke lokasi kerja, penyediaan kondisi kerja untuk alat berat, perencanaan operasi alat berat, sampai dengan mengupayakan perencanaan operasi dengan tingkat biaya operasi paling rendah dan produksi paling optimum.
Sedangkan operasi alat berat, meliputi operasi alat berat. Jadi fokus pada bagaimana alat berat dioperasikan.
Secara aktual, batas antara aplikasi dengan operasi adalah sebagai berikut. Pemilihan alat, perencanaan kondisi kerja, tinggi jenjang kerja, luas area pemuatan, berapa jumlah dump truk tiap satu alat muat, itu adalah bagian dari aplikasi. Sedangkan cara digunakannya alat untuk melakukan kerja adalah bagian dari operasi, misalnya cara penggalian yang benar untuk front shovel adalah dengan mengambil bagian teratas dari jenjang kerja, lalu urut ke bawahnya, kemudian truk digunakan dengan posisi gigi yang direkomendasikan pabrik sesuai kondisi atau sesuai Operation and Maintenance Manual (OMM), itu semua merupakan bagian dari operasi.
Tentu kalau ada awalan mis- (yang berarti kesalahan) didepannya, yang merupakan serapan dari Bahasa Inggris, adalah kesalahan aplikasi alat untuk misaplikasi dan operasi untuk misoperasi.

Implikasi dari misaplikasi dan misoperasi

Yang perlu kita garis bawahi, baik itu misaplikasi ataupun misoperasi adalah satu jenis kesalahan. Oleh karena itu, perlu sekali bagi kita untuk mengetahui implikasi yang akan diterima kalau terjadi misaplikasi ataupun misoperasi.
Aplikasi maupun operasi yang benar dari suatu alat berat, sebetulnya sudah mengacu pada kepentingan keselamatan kerja di proyek, keawetan umur pakai alat berat, tingkat produksi yang optimum, ataupun efisiensi kerja yang tinggi.
Pada alat berat baru, di dalam kontrak antara distributor dan pemakai (pembeli) sering ada klausul yang menyebutkan garansi atas kerusakan yang diberikan distributor atau pabrik bisa ditolak atau gugur, bila kerusakan alat berat tersebut diakibatkan oleh misaplikasi atau misoperasi. Misalnya, kerusakan suspensi yang masih masa garansi, bisa ditolak oleh pabrik, apabila ditemukan fakta atau data bahwa truk dimuati secara berlebihan (overload). Untuk keperluan ini, banyak merk dump truck yang dilengkapi dengan fasilitas pengukuran muatannya. Atau contoh lain, klaim garansi atas kuku (teeth bucket) excavator bisa ditolak, apabila ditemukan fakta alat dioperasikan untuk memukul-mukul lapisan batuan.
Tapi diluar masalah garansi, bagi pemilik alat berat sendiri, misaplikasi dan misoperasi juga bisa memberikan kerugian tersendiri. Kalau sampai terjadi misaplikasi dan misoperasi yang berakibat alat berat mengalami kerusakan (break down), alat berat tidak akan bisa digunakan untuk berproduksi, yang berarti juga tidak akan bisa memberikan penghasilan. Bahkan, kalau kesalahan tadi sampai menimbulkan kecelakaan tambang (accident), apalagi kecelakaan fatal, semua proses produksi bisa dihentikan, dan efeknya semua kegiatan alat berat harus dihentikan pula, dan kadang-kadang berhentinya proses produksi ini bisa sampai berhari-hari, menunggu proses investigasi selesai.
Barangkali, kerugian paling kecil dari misaplikasi dan misoperasi, adalah tidak optimumnya proses produksi suatu tambang. Misalnya satu alat muat yang idealnya harus memuat dengan sudut pemuatan kurang dari 60o, ternyata di lapangan operator melakukannya dengan sudut pemuatan sampai 180o, sehingga waktu ayun menjadi lebih lama, akibatnya waktu edar (cycle time) lebih lama, dan pada akhirnya produksi menjadi lebih kecil dari idealnya. Contoh lain, bila jumlah pasangan alat muat dan dump truck tidak sesuai (unmatch) maka bisa mangakibatkan antrian di area pemuatan yang sebenarnya tidak perlu terjadi atau alat muatnya harus lama menunggu datangnya dump truck.


Excavator kelas 125 ton seperti ini, akan lebih optimal diaplikasikan untuk produksi, bukan untuk perbaikan kolam penampungan


Paradigma Baru
Masalah garansi alat berat sering menjadikan perdebatan antara pabrik, distributor, dan pemakai. Pemakai tentu ingin klaim garansi bisa diterima, sedang bagi pabrik, tidak dengan mudah untuk memberikan ganti atas kerusakan yang timbul, diperlukan studi lebih lanjut untuk melihat seberapa pengaruh aplikasi dan operasi terhadap satu klaim kerusakan.
Satu contoh kesalahan yang cukup sering dilakukan (bahkan dilakukan secara sengaja dan ‘direstui’ oleh pemilik alat) adalah muatan yang berlebihan pada dump truk. Memang iming-iming penambahan revenue dari volume muatan tambahan sangat menjanjikan, karena umumnya revenue dihitung dari volume atau berat muatan. Dan penambahan tersebut bisa diraih di tiap ritase. Makanya, tak heran beberapa perusahaan justru memerintahkan muatan yang berlebihan tadi kepada orang-orang lapangannya. Adapun efek negatif dari hal tersebut, baru dirasakan setelah beberapa hari, bulan atau bahkan bisa jadi beberapa tahun berikutnya.
Dengan memahami bahwa adanya tambahan revenue, seringkali distributor harus bisa memaklumi adanya aturan internal satu perusahaan. Meski saat klaim garansi sering terjadi perdebatan. Namun yang mulai banyak diberikan pengertian kepada pengguna alat berat, adalah penjelasan mengenai efek negatif dari muatan yang berlebihan tersebut. Jadi, berkaitan dengan kesalahan yang dilakukan oleh pengguna, bukan dengan menghakimi benar salahnya satu penggunaan alat berat, tapi lebih kepada efek domino kalau sampai terjadi kesalahan tersebut. Misalnya, efek dari muatan berlebihan, overspeed, dan berbagai kesalahan lainnya, adalah berkurangnya umur pakai suspensi, ban, transmisi, dsb. Artinya, disamping penambahan revenue akibat overload, juga harus diterima berbagai kerusakan yang ditimbulkan sebagai konsekuensi logisnya. Tentu oleh desainer alat berat di pabriknya, sudah dipertimbangkan mengenai spesifikasi beban kerja yang diijinkan pada satu model alat berat, dan ketika terlampaui, tinggal ditunggu saja akibatnya.

Friend, Mining, and Me_______1


Ini pas survey bareng temen-temen di Service Div ke Buma site Lati. Pas ada PC2000 baru dengan bucket 14 m3.

Sama salesman UT Banjar, si Toga. Ada juga customer, yang ternyata udah temen di facebook, mas Agung. Alumni UPN juga.

Muka lagi kusut, abis lembur sama si Aloke 'India man' dan si Jepang (lupa namanya).


Pas sama-sama temen UT & SIS Adaro. Ada Pak Wori & Imam dari UT. Trus dari SIS, ada Eka Maria, Astri, Ardi, Mauris.
Kayaknya sekarang tinggal Ardi yang masih di SIS. Tapi, wherever they are, semoga selalu sukses, lancar semua usahanya & berkah.

Senin, 28 Maret 2011

Management Waktu untuk Alat Berat

Syarat untuk alat berat bisa dioperasikan, sekurangnya tiga hal penting. Yang pertama, alatnya siap untuk dipakai, kedua, kondisinya memungkinkan untuk dipakai, dan ketiga, orang ada yang mengoperasikan.
Kalau satu saja syarat diatas tidak terpenuhi, niscaya tidak akan ada pengoperasian alat berat. Kalau alatnya sehat, cuaca bagus, tapi tidak ada operator, tidak akan ada operasi alat berat. Demikian juga, kalau operatornya siap, tapi tidak ada bahan bakar untuk alat, tentu juga tidak akan ada operasi alat berat.
Pada kesempatan ini, penulis ingin memperkenalkan peta penggunaan waktu oleh alat berat.
Pada praktiknya di lapangan, sering sekali alat berat digunakan secara full time 24 jam. Artinya tidak ada peluang baginya untuk memperpanjang waktu dengan lembur, karena lembur artinya akan memakan waktu 24 jam berikutnya. Misalnya di proyek pertambangan maupun konstruksi. Operatornya boleh istirahat, namun akan digantikan oleh operator lain, sehingga alatnya tetap beroperasi untuk tetap terjaganya kegiatan produksi.
Sebagaimana kita semua mafhum, bahwa alat berat sebagai ‘cash generator’ hanya terjadi manakala alat tersebut berproduksi. Jadi bukan sekedar beroperasi, tapi menghasilkan sesuatu (produktif).
Berikut ini adalah peta waktu produktif alat berat.




Sebelum kita analisis grafik diatas, berikut sedikit definisi sederhana mengenai kata-kata di grafik tsb :
- 24 hours base time : waktu total yang ada
- Available hours : waktu yang digunakan untuk perawatan dan perbaikan terhadap alat berat
- Operation hours : waktu yang sebenarnya bisa digunakan untuk alat beroperasi
- Idle hours : waktu yang terbuang tanpa adanya kerja alat, dengan posisi alat ‘engine off’, misalnya hujan, ada demo, evakuasi karena peledakan, dll
- Working hours : Waktu yang bisa digunakan oleh alat untuk bekerja diarea kerjanya.
- Delay hours : Waktu terbuang yang mengakibatkan alat tidak bekerja di lapangan, dalam kondisi ‘engine on’, seperti menunggu perbaikan lokasi,
-
Meskipun tanpa skala, gambaran diatas bisa memberikan informasi, betapa banyak faktor penghalang alat berat dari sisi waktu yang membuatnya tidak produktif. Dari total waktu yang tersedia (misalnya 24 jam sehari, atau 8,760 jam setahun), tentu tidak semua waktu tersebut bisa digunakan untuk produksi. Alat berat memerlukan perawatan dan perbaikan, dan hal tersebut menjadi faktor pengurang (kita sebut dengan maintenance hours) waktu produksi.
Grafik tersebut bisa dibilang ‘customize’. Tergantung karakteristik proyek yang akan dijalankan. Misalnya, pekerjaan pemanenan kayu di sektor kehutanan, yang dalam sehari, jam operasinya sekitar –katakanlah- 16 jam, tentu berbeda konsep perhitungannya dibanding sektor pertambangan yang bekerja penuh selama 24 jam.

Cycle time & Produktivitas

Cycle time & Produktivitas


-ivanespe- Bagi orang yang bergelut di alat berat, rasanya sudah sangat familiar dengan istilah ‘cycle time’ atau waktu siklus, yaitu waktu yang diperlukan oleh alat berat untuk melakukan satu siklus kerja.
Dalam operasi alat berat produksi di lapangan, umumnya semua berjalan pada sebuah siklus. Misalnya excavator dalam melakukan kegiatan sebagai alat muat akan melakukan kegiatan utama gali, ayun muat, buang, ayun kosong, gali, dst. Atau dump truck melakukan kegiatan muat, travel isi, buang, travel kosong, muat, dst.
Begitulah karakter suatu siklus, satu alat akan kembali melakukan urutan kegiatan yang sama pada saat berikutnya. Satu siklus, berarti pula satu nilai produksi, sesuai kapasitas alatnya. Misalnya dump truck yang selalu dimuati rata-rata 100 ton, maka pada satu siklus produksi akan menghasilkan 100 ton juga. Dengan mengetahui satu siklus produksi akan menghasilkan 100 ton, tantangan berikutnya adalah, bagaimana caranya agar satu siklus tersebut bisa berlangsung lebih cepat. Contohnya, kalau satu dump truck 100 ton yang dalam operasinya dapat menghasilkan 5 siklus dalam satu jam, maka secara total, akan menghasilkan produktivitas yang lebih tinggi daripada truck kedua yang menghasilkan (misalnya) 4 siklus pada kondisi yang sama dengan truck pertama. Truck pertama akan penghasilkan produktivitas 500 ton perjam, sedang truck kedua menghasilkan 400 ton perjam.
Dan, dari nilai produksi inilah, sebenarnya alat berat baru bisa menjadi ‘cash generator’ bagi pemakainya.
Membahas cycle time, sebenarnya bisa panjang sekali uraiannya, apalagi kalau didetailkan untuk tiap-tiap jenis alat. Untuk itu, tulisan kali ini lebih fokus pada cycle time truck.

Mempercepat rata-rata cycle time

Ketika cepatnya waktu siklus sangat menentukan tinggi rendahnya nilai produktivitas, maka hal penting berikutnya adalah bagaimana mempercepat waktu siklus tersebut. Memang ada kalanya ketika cycle time sudah berada di level tertingginya, bila dipaksa untuk mempercepatnya, pasti akan berimbas terhadap hal-hal lainnya, misalnya safety yang terabaikan atau beberapa komponen alatnya akan cepat rusak. Tentu dalam kondisi seperti ini, paling tidak yang bisa dilakukan adalah mempertahankan cycle time tetap berada di level yang paling optimum.
Hal utama yang sering menjadi penyebab berfluktuasinya cycle time (kadang cepat, kadang lambat) adalah adanya gangguan operasi yang terjadi. Secara teknis, jenis gangguan cycle time ada beberapa macam, yaitu ‘rolling resistance’, dimensi kerja (terutama tikungan-tikungan), lalu lintas, dan penyebab lainnya.
Sedangkan dari sisi timing, ada dua jenis gangguan. Jenis gangguan pertama, adalah gangguan yang terjadi secara sistemik, yang akan berimbas pada setiap cycle time. Contohnya untuk dump truck, adanya tikungan tajam yang membuat dump truck harus mengurangi kecepatan, atau simpang dengan jalur lain, yang terpaksa harus sering mengurangi kecepatan, atau bahkan berhenti. Atau untuk alat muat, adanya fragmentasi material yang terlalu besar untuk dimuat. Itu diluar faktor yang memang pasti akan membuat cycle time menjadi rendah, seperti rendahnya operator skill dan kondisi kesehatan alatnya sendiri.
Jenis gangguan lainnya adalah gangguan yang terjadi secara sporadis. Artinya gangguan tersebut kadang muncul, begitu teratasi, cycle time akan normal lagi. Namun kemudian, gangguan tersebut akan bisa muncul lagi. Contoh yang sering terjadi untuk dump truck, adalah kerusakan jalan secara parsial, dimana satu titik jalan rusak, yang akan mengakibatkan gangguan pada cycle time dump truck, lalu ketika titik jalan tersebut diperbaiki, cycle time akan normal kembali. Namun kondisi tersebut bisa berulang ketika jalan tadi menjadi rusak kembali. Pernah penulis mendapati kasus, ketika produktivitas armadanya dinilai rendah, akan diputuskan untuk invest truck tambahan agar bisa lebih tinggi. Ketika dilakukan study yang lebih mendalam, ternyata penyebab rendahnya produktivitas rendah tersebut bukan karena kurang truck, tetapi karena kurang optimalnya cycle time-nya, yang diakibatkan kerusakan beberapa titik jalan. Ketika diupayakan perbaikan jalan, cycle time menjadi lebih bagus, dan produktivitasnya otomatis meningkat. Dan akhirnya disimpulkan, tidak perlu invest truck lagi, tapi cukup tambah satu unit motor grader untuk perawatan jalan, dengan total investasi yang hanya mencapai setengah daripada invest truck baru.



Melewati jalan yang rusak didepannya, dump truck di jalan ini akan selalu mengurangi kecepatan. Setelah jalan diperbaiki, nantinya dump truck tidak perlu mengurangi kecepatan.

Di hampir tiap proyek tambang, sering sekali penyebab rendahnya produktivitas sebenarnya adalah penyebab ke dua, yaitu gangguan yang bersifat sporadis.
Kalau penyebab sistemik, bisa dibilang sangat kecil. Sudah banyak sekali handbook yang memberikan informasi bagaimana desain jalan tambang yang benar, bagaimana menentukan dimensi loading area, dumping area, tikungan, tanjakan, dan dimensi kerja lainnya yang benar. Misalnya, dimensi loading area harus cukup untuk truck-nya bisa sekali manuver, atau radius tikungan dibuat agar truck tidak perlu mengurangi kecepatan ketika melintasinya, dll.
Namun panduan perawatan kondisi kerja, sesungguhnya sangat kondisional. Bisa jadi di tambang batubara, dengan material jalan batuan sedimen yang relatif lunak, mungkin dibutuhkan perawatan dengan motor grader –katakanlah- tiap seperempat jam sekali untuk satu titik jalan. Namun di tambang emas, dengan material jalan dari batuan beku yang jauh lebih keras, bisa jadi cukup satu jam sekali. Bahkan sama-sama tambang batubara-pun, satu lokasi dengan lokasi yang lainnya, akan membutuhkan model perawatan yang berbeda.
Langkah terakhir dari proses diatas, adalah membuat satu standar kerja ataupun SOP untuk mempertahankan tingginya level produktivitas itu. Misalnya, adanya satu orang khusus yang memantau kondisi jalan. Kemudian pemantauan produktivitas, bukan hanya di jobsite, bahkan banyak perusahaan yang memiliki beberapa jobsite, membuat tampilan online nilai produktivitas yang bisa dilihat dari kantor pusatnya. Begitulah, banyak macam cara untuk pemantauan produktivitas tsb.

Safety, jauh diatas kepentingan produktivitas

Di akhir tulisan ini, penulis mengingatkan, jauh diatas kepentingan produktivitas, yang harus tetap diutamakan adalah faktor keselamatan atau safety. Apapun upaya yang dilakukan dalam rangka mempercepat cycle time, tetaplah harus mengutamakan keselamatan. Kecepatan dump truck yang terlalu tinggi, pasti akan menjadi berbahaya.



Rambu perintah di tepi jalan seperti ini, memang diperlukan untuk alasan safety, meski secara teoritis, akan menurunkan produktivitas. Lokasi : Tambang nikel di Sulawesi.

Tetap harus diperhatikan nilai optimum dari cycle time, bukan maksimum. Beberapa perusahaan tambang kadang memberikan ‘polisi tidur’ di jalan angkutnya, atau rambu pengurang kecepatan, karena adanya potensi overspeed oleh truck yang melaju diatasnya. Atau beberapa pabrikan truck menambahkan fitur ‘speed limiter’ untuk men-setting kecepatan maksimum yang bisa dicapai oleh satu kendaraan.


Penulis :
Ivan Susilo
Application Engineer di perusahaan distributor alat berat
Alamat : ipank@dr.com

Senin, 21 Februari 2011

Untuk apa mahal-mahal merawat jalan proyek?


Untuk apa mahal-mahal merawat jalan proyek?


ivanespe - Di media ini, penulis pernah menulis tentang peran alat bantu untuk proses penambangan. Pada edisi kali ini, akan fokus membicarakan pada jalan angkut komoditi.
Karakter jalan angkut
Jalan angkut memiliki karakteristik yang berbeda-beda untuk tiap sektor industri.
Namun secara umum, pembagiannya sama, yaitu jalan utama (main road), jalan sekunder, dan jalan tersier (jalan akses).
Dalam pertambangan, satu-satunya penghubung antara titik penambangan material dengan titik pembuangan atau penumpukan material adalah jalan tambang. Memang ada teknologi yang tidak menggunakan jalan tambang. Kita bisa ambil contoh penggunaan belt conveyor, skyline, ataupun penggunaan pipa. Namun aplikasi metode tersebut hanya bisa diterapkan pada kondisi khusus. Metode paling lazim untuk penambangan saat ini adalah penggunaan jalan tambang. Dan jalan tambang bagi kegiatan penambangan adalah sesuatu yang sangat vital. Bukan hanya menjadi prasarana pengangkutan material, jalan tambang juga memiliki banyak fungsi lain, seperti untuk akses dari luar tambang ke lokasi tambang, pengangkutan logistik tambang, dll. 
Demikian juga untuk sektor lain, seperti kehutanan dan perkebunan, selama disitu ada proses pengangkutan komoditi, jalan angkut merupakan sesuatu yang vital. Misalnya, untuk mengangkut kelapa sawit dari kebun ke pabrik, perlu jalan angkut. Untuk mengangkut kayu akasia ke pabrik juga perlu jalan angkut.
Pernah suatu saat perusahaan kami mengundang direktur salah satu perusahaan perkebunan kelapa sawit terbesar di Indonesia. Dia ditanya mengenai kunci sukses pekerjaan di lapangan. Menurutnya ada 3 faktor penting. Pertama jalan, kedua jalan, ketiga jalan. Tentu jawaban tersebut sedikit mengada-ada. Tapi menunjukkan vitalnya peran jalan angkut untuk satu proyek.
Dan jalan angkut yang dilalui oleh truk pengangkut, tentu harus mendapat perlakuan yang sepantasnya sebagai penunjang produktivitas truk tersebut. Bukankah dalam siklus produksi, pengangkutan merupakan bagian penting, yang diproses itu bergantung kelanjutan nasib proses berikutnya. Ketika jalan tambang tidak bisa dilalui, komoditi seperti batubara, emas, dan lainnya tidak bisa tertransport keluar. Demikian juga kelapa sawit di kebun ataupun kayu di hutan tidak bisa dibawa keluar dari lokasi pemanenan bila truk tidak bisa melewati satu jalan. Dan proses produksi selanjutnya juga tidak akan terjadi tanpa adanya pasokan bahan baku tersebut. Artinya ketergantungan industri tadi pada kualitas jalan sudah demikian besarnya.
Merawat jalan, tentu ada biayanya. Penggunaan motor grader untuk meratakan jalan, compactor untuk memadatkan, water truck untuk mengurangi debu jalan, pemasangan gorong-gorong air, semuanya memerlukan biaya yang tidak sedikit. Kadang saya merasa takjub dengan biaya total biaya yang harus dikeluarkan untuk merawat jalan dalam satu kurun waktu tertentu. Paling tidak, kalau saya perhatikan total biaya kepemilikan dan biaya operasi alat yang bekerja untuk perawatan jalan, ternyata tidak kecil. Belum lagi biaya untuk manpower ataupun material perlapisan jalan.
Tapi disinilah orientasi usaha satu industri diuji. Seberapa besar kepedulian akan perawatan jalan ini. Yang berarti seberapa besar kepedulian mereka akan proses produksi yang berlangsung. Dengan kata lain, maukah perusahaan mengeluarkan biaya yang tidak sedikit itu. Dan sayangnya kesadaran akan hal tersebut belum dimiliki oleh semua pemilik dan pengguna jalan tersebut.
Untuk mengimbangi pemikiran diatas, mari kita coba bahas keuntungan yang bisa didapat dengan perawatan jalan ini. Apakah perawatan jalan diatas merupakan usaha yang lebih banyak merugikan daripada menguntungkan? Kalau diatas digambarkan proses perawatan jalan memakan total biaya yang tidak sedikit, memang benar. Tapi tidak boleh berhenti sampai disitu saja. Harus dipertimbangkan total biaya perawatan jalan dengan total biaya produksi secara keseluruhan dan perolehan pendapatan dari proses produksi. Ketika melakukan pertimbangan seperti ini, ternyata secara rasio, jumlah total biaya perawatan jalan sangat kecil dibandingkan dengan total biaya produksi alat berat. Penelitian yang pernah dilakukan penulis, meskipun angkanya cukup fluktuatif, tergantung pada harga komponen biaya (seperti biaya bahan bakar yang tidak stabil dan gaji operator yang cenderung naik) pernah didapatkan angka total perawatan jalan, kurang dari 7% dari total biaya produksi di proyek. Angka yang bisa dianggap kecil, namun juga bisa dianggap besar oleh satu perusahaan. Namun ketika simulasi berlanjut dengan dihilangkannya biaya perawatan jalan, ternyata ada sesuatu yang menarik disini. Menghilangkan perawatan jalan, ternyata bukan berarti secara teoritis menghilangkan angka 7% (untuk contoh diatas), namun secara praktis juga berarti menurunkan kualitas jalan angkut. Dengan menurunnya kualitas jalan, maka sesungguhnya kita sedang membuat komponen biaya operasi secara umum menjadi lebih tinggi. Misalnya umur ban truk di jalan yang dirawat dengan baik bisa mencapai 8,000 jam, bahkan lebih, ternyata truk sejenis dengan ban yang sama ditempat yang jalannya tidak dirawat, bahkan kesulitan untuk mencapai umur 5,000 jam. Atau umur suspensi truk di jalan bagus bisa mencapai 4,000 jam, di jalan yang buruk bisa menurun sampai hanya level 2,000 jam saja. Ini berarti ada pengeluaran tambahan karena umur pakai yang makin pendek.
Efek samping lainnya, kalau kita bicara komponen biaya operasi terbesar, yaitu bahan bakar. Makin bagus jalan, akan memberikan konsumsi bahan bakar yang lebih sedikit dibandingkan jalan yang tidak terawat.
Belum lagi kalau digali lebih dalam, efek samping dari jalan yang kurang terawat, juga berimbas pada produktivitas alat angkut yang melaju diatasnya.
Nah, semoga dengan pemaparan ini, cukup memberikan gambaran pentingnya kualitas jalan angkut.

ivanspba@yahoo.com

Jumat, 14 Januari 2011

5 hari perjalanan hanya untuk 10 menit presentasi


ivanespe - Tugas kali ini, agak istimewa. Perjalanan 2 kali naik pesawat, tambah darat 2 jam. Jadi ntar bakalan 2 hari pulang pergi. Bukan main jauhnya, atau lebih tepatnya, bukan main capeknya. Dari kantor sudah ada ultimatum : kamu cari masalah yang ada di customer itu, bikin analisis, presentasi di depan bule-nya customer di sana juga. Hebat juga, pikirku, bahkan saat berangkat, mau ngapain pun masih belum jelas.
Tekad, saat itu  mulai dikumpulkan. Persiapan dilakukan. Semua ilmu bakalan dikerahkan. Dan awal dari persiapan itu adalah tanya sana-sini. Dan alangkah patah hatinya, ketika semua yang ditanya juga sama-sama tidak tahunya. Tekad sudah terlanjur membara. Tiket sudah terlanjur di tangan. Rasanya, inilah saatnya keluarkan rumus alamiah paling canggih yang dimiliki manusia, nekat.
Nekat, itulah kata yang tepat untuk menggambarkan bekal yang dibawa untuk tugas kali ini. Nggak tahu ngapain dan nggak tahu bakal berhadapan sama siapa. Hebat juga, ada perusahaan yang mau bayarin orang nekat kayak gini. Ternyata perusahaan juga nggak kalah nekat. Memang butuh kenekatan untuk menghadapi situasi kayak gini. Tapi, soal nekat-nekatan, negeriku ini memang biangnya. Dan kata itu semakin bermanfaat manakala makin banyak orang yang hidupnya kepepet. Nekat dan kepepet sudah seprti saudara kandung.
Tugas selama 3 hari di lapangan sudah terlewati. Janganlah disangka 3 hari ini sukses begitu saja. Masih pening juga mau presentasi apaan besok ke si bule. Berbagai macam analisa sudah dilakukan. Berbagai pertanyaan atas analisa sudah disiapkan. Dasar, kerjaan bule, penuh dengan SOP yang canggih, sampai-sampai mau nyari celah kesalahan juga susahnya minta ampun! Dan yang bikin sedih, SOP itu sebenarnya udah banyak dipakai (baca : ditiru) perusahaan dalam negeri, tapi hasilnya belum juga sebagus perusahaan si bule itu, bahkan dikantorku.
Meski namanya sering kudengar, baru sekali ini aku ketemu langsung. Dan, satu hal baru aku ingat saat perjalanan menuju ruang presentasi, aku baru tahu si bule nggak bisa bahasa Indonesia. Itu artinya, aku harus pakai bahasa yang dia mengerti, bahasa Inggris. Celakanya, bahasa yang dia ngerti tadi, aku nggak ngerti, dan yang aku ngerti, aku yakin dia nggak ngerti. Yang kutahu cuma cekak aja. Itupun masih membawa Inggris dengan bahasa ibu yang medhok. Potensi misunderstanding sudah tercium. Kemungkinan si bule marah-marah udah jelas. Dan bayangan presentasi ditolak sudah otomatis.
Tibalah saat terakhir paling menentukan. Presentasi. Audiens-nya, 1 orang, ya si bule itu. Bismillah, presentasi dimulai. Dan keyakinan si bule nggak bisa Bahasa Indonesia juga benar. Satu-persatu jurus kata pembuka mulai dikeluarkan. Begitu masuk ke materi presentasi, tanpa dengerin omonganku, cuma lihat halaman presentasi yang berisi gambar dan kata-kata pendek, sibule langsung bilang :  “ OK, I know. What next“. Di klik halaman berikutnya :  “ Yes, I agree“. “ Oh, good.” “Yes, that is our problem.” Dan tahukah, si bule ternyata langsung mengerti begitu aku pakai tanganku untuk memeragakan omonganku yang belepotan. Hanya dengan sedikit menunjuk dan menggerakkan tangan, si bule langsung paham maksudku.
10 menit pas. Jabat tangan, sambil senyum si bule bilang : “thank you very much. Very useful”
3 hari kerja, 2 hari perjalanan pulang pergi, untuk 10 menit yang menentukan. Atau lebih tepatnya 10 menit yang ditentukan. Ditentukan oleh bahasa paling universal, bahasa tubuh. Dan senyumnya tadi, juga bahasa universal yang bisa dibaca, dia senang dengan presentasiku.

Kamis, 13 Januari 2011

Cukupkah dengan phisycal availability tinggi?


CUKUPKAH DENGAN PHISICAL AVAILABILITY TINGGI?

ivanespe - Secara umum, phisical availability atau kesiapan fisik alat berat bisa diartikan sebagai cara untuk mengetahui kesiapan operasi dari suatu alat, pada saat alat tersebut harus dioperasikan sesuai jam kerja efektif yang telah direncanakan. Tanpa perlu saya tuliskan rumusnya, kira-kira filosofi didalamnya mengandung makna pada satu waktu yang direncanakan, berapa banyak alat berat siap digunakan untuk beroperasi, diluar break down (waktu perbaikan).
Phisical availability ini sering digunakan sebagai satu acuan prestasi bagi karyawan di bagian plant atau workshop (bengkel). Angka yang dihasilkan dinyatakan dalam persen, misalnya 80%, 90%, dsb. Selanjutnya, tinggal kemampuan orang lapangan yang menangani operasi atau produksi sebagai penentu besar kecilnya produksi yang bisa dihasilkan.
Nah, disinilah kemampuan orang operasional maupun produksi diuji. Bisakah alat berat yang sudah dinyatakan sehat dan siap pakai oleh plant digunakan secara optimal di lapangan? Prestasi plant cukup gamblang, yang dinyatakan dalam persen. Jadi tinggi rendahnya dengan mudah dapat dimengerti. Namun kita belum familiar dengan penilaian kuantitatif terhadap prestasi kerja orang operasional lapangan maupun produksi. Angka yang sering muncul dari bagian produksi tambang adalah produktivitas armada. Misalnya 1 excavator 120 ton dengan bucket 6.7 m3, maka per jam dipasang target untuk berproduksi sebesar (misalnya : 500 bcm/jam). 
Masih sering dijumpai penggunaan alat berat di tambang yang tidak dioperasikan secara optimal. Dalam hal ini, penulis mencoba menafikan adanya kesalahan aplikasi maupun kesalahan operasi (misaplikasi dan misoperasi) yang mengganggu produktivitas. Penulis anggap kesalahan itu tidak ada.

Waktu Primer dan Waktu Sekunder
Dalam kaitannya dengan hal tersebut, ada penamaan sederhana yang mulai sering diperkenalkan di operasional tambang. Penamaan itu adalah Primary Time dan Secondary Time (Waktu Primer dan Waktu Sekunder).
Sebagai contoh, mari kita bahas pekerjaan back hoe untuk pemuatan. Yang namanya back hoe sebagai alat muat, pasti akan melakukan siklus pekerjaan sebagai berikut : penggalian material (digging), mengayun dalam kondisi bermuatan (loaded swing), menumpahkan material ke alat angkut (dumping), dan mengayum dalam kondisi kosong (empty swing). Begitu seterusnya. Akan tetapi, disela-sela pekerjaan itu, ada pekerjaan tambahan yang sebenarnya bukan pekerjaan utama back hoe sebagai alat muat, seperti penggalian untuk menyiapkan material muatan (dig to prepare), pindah lokasi (traveling), dsb. Tipe pekerjaan pertama, yang pasti akan dilakukan oleh back hoe sebagai alat muat, dinamakan  Primary Work, sedang tipe pekerjaan ke dua dinamakan Secondary Work. Sedangkan waktu yang digunakan untuk melakukan pekerjaan primer, dinamakan Primary time, untuk Secondary work dinamakan secondary time. Dibawah ini beberapa contoh waktu primer dan waktu sekunder untuk beberapa tipe alat berat dan jenis kegiatan.
Jenis Alat
Jenis Kegiatan
Kegiatan Primer
Kegiatan Sekunder
Hydraulic Excavator
Pemuatan
Gali – Ayun isian – Tuang – Ayun Kosong
 Tunggu truk, persiapan penggalian, pindak lokasi, perapian tempat kerja
Wheel Loader
Pemuatan
Gali – Mundur isian –  Maju isian – Tuang – Mundur kosong – Maju kosong
Pindah lokasi, tunggu truk, persiapan penggalian, perapian tempat kerja
Dump Truck
Transportasi
Pemuatan – melaju isian –manuver di disposal – jungkit – melaju kosong – manuver di front
Antri, berhenti atau pelan karena terhambat dijalan
Dozer
Garu/Ripping
Garu maju, mundur, maju gusur,  mundur
Terhambat, menganggur
Dozer
Gusur
Gusur maju - mundur
Terhambat, menganggur

Yang terpenting, pembagian diatas bukan sekedar penamaan, karena ada angka yang menjadi parameternya, yang dinyatakan dalam persen juga. Nilai awal Total Waktu Kerja 100 %, dibagi menjadi Waktu Primer dan Waktu Sekunder. Dibawah ini adalah contoh distribusi waktu primer dan waktu sekunder untuk excavator.
Metode pengukuran untuk bisa mendapatkan data seperti ini cukup mudah. Cukup menggunakan stopwatch, dengan mengukur waktu edar (cycle time), dan membuat distribusi waktu edarnya. Atau yang lebih akurat, banyak distributor atau pabrikan alat berat membuat software untuk keperluan diatas. Software pun bukan yang rumit dan memerlukan spesifikasi laptop yang canggih, karena dasar software ini hanya menggunakan Microsoft Access.
Membuat waktu primer menjadi 100 % juga tidak mungkin. Selain karena tuntutan operasional atau kondisi kerja, faktor operator juga sering menjadikan waktu primer tidak bisa terpenuhi 100%. Misalnya, operator alat muat harus minum, atau memang alat muat tersebut dibebani dengan pekerjaan merapikan jenjang, dsb.
Karena memang alat berat diatas dipakai di tambang untuk melakukan produksi, tentu waktu primer harus diupayakan setinggi mungkin. Karena dari waktu primer itulah alat bisa berproduksi untuk selanjutnya memberikan penghasilan. Sedangkan waktu sekunder tentu harus ditekan menjadi sekecil mungkin.
 

Kemana Data Akan Dibawa?
Setelah data diatas tersaji, tentu pekerjaan besar selanjutnya adalah perbaikan di sisi operasional tambang terkait dengan data tersebut. Misalnya, dari data diatas terungkap waktu menunggu truck (wait to dump) alat muat dirasa tinggi,  mencapai 10% dari waktu kerja. Setelah diamati kenapa waktu tunggu masih tinggi, dan dilihat kondisi lapangan, ternyata lokasi pemuatan (front) tidak cukup luas bagi truk untuk bermanuver. Jadi alat muat sudah siap untuk memuati, tapi truck masih bermanuver, belum sampai di titik pemuatan. Barulah dilakukan improvement untuk front tersebut, dan pada akhirnya, perlu dibuat standarisasi front seperti apa yang memadai untuk pemuatan ideal.
Begitulah penggunaan data sederhana berupa ‘waktu edar’ untuk membuat proses kerja alat berat di tambang menjadi lebih optimum. Tentu beda alat atau kegiatan akan menghasilkan jenis distribusi yang berbeda pula.
Semoga penyajian diatas bisa diambil filosofinya, bahwa untuk menghasilkan tingkat produksi paling optimum, physical availability belumlah cukup.

ivanspba@yahoo.com

Rabu, 12 Januari 2011

Ketika kekuatan penggalian justru menjadi kelemahan


Ketika kekuatan penggalian justru menjadi kelemahan
Hari ini, makin banyak produsen hydraulic excavator yang berlomba-lomba meningkatkan performa alatnya. Hal ini tak lain karena mengejar tuntutan konsumen yang selalu ingin lebih.
Demikian juga untuk hydraulic excavator ukuran besar atau raksasa.Dengan semakin ketatnya persaingan diantara produsen ‘giant hydraulic excavator’, maka performa maupun kehandalannya juga semakin ditingkatkan.Tak heran, hampir tiap tahun selalu ada modifikasi baru atau malah launching produk baru dari alat berat.
Kekuatan penggalian (baik bucket digging force maupun arm crowd force) dari ‘giant hydraulic excavator’ adalah salah satu aspek yang banyak mendapat sentuhan modifikasi. Umumnya, untuk kelas yang sama, modifikasinya akan mengarah pada peningkatan kekuatan penggalian. Karena ini merupakan satu nilai jual yang sangat menarik untuk pelanggan.Jadi dengan berbagai dimensi kerja yang mungkin sama, namun alat baru hasil modifikasi tersebut memberikan kekuatan penggalian yang lebih besar.
Namun benarkah yang dibutuhkan di tambang adalah giant hydraulic exacavator dengan kekuatan penggalian paling besar?Mari kita simak dulu bahasan ini.
Penulis pernah mendapatkan beberapa pengalaman akan hal ini di beberapa job site. Ketika ada 2 merk giant hydraulic excavator dioperasikan oleh perusahaan di satu jobsite.Yang satu memiliki kekuatan penggalian lebih besar dibanding satunya.Dan spesifikasi ini telah diketahui orang-orang di lapangan. Maka seperti sudah otomatis, excavator dengan kekuatan penggalian lebih besar tentu akandiberikan lokasi kerja yang lebih berat atau keras, dimana memang diperlukan alat yang lebih kuat disitu. Sedangkan tempat yang lebih mudah digali dan muat, akan dialokasikan excavator yang memiliki kekuatan penggalian lebuh rendah. 

Disisi ini, memang besarnya kekuatan penggalian terlihat bermanfaat.Material hasil peledakan yang masih berukuran ‘boulder’ pun mampu dia perkecil ukurannya dengan teeth bucket-nya. Bahkan seringkali giant excavator ini mendapat tempat dengan material hasil peledakan yang sama sekali tidak bagus. Namun bagi perusahaan tambang, sebenarnya bukan untuk keperluan tersebut giant excavator dibeli.Alat tersebut dibeli untuk menghasilkan produksi yang tinggi.Pekerjaan utama sebagai alat muat terganggu dengan pekerjaan sebagai alat bongkar.Waktu edar pemuatan menjadi lebih lama, dan akibatnya produktivitas armada menurun.Dengan kata lain, semakin besar kelas excavator yang dibeli, juga diharapkan tingkat produksi yang semakin tinggi pula. Pada contoh kasus umum seperti diatas, pada akhirnya, excavator dengan kekuatan penggalian lebih besar, akan terekam menghasilkan produksi yang lebih rendah daripada satunya. Hal inilah yang terlihat oleh perusahaan, dimana besarnya angka produksi yang menjadi tolok ukur akhir prestasi giant excavator.
Akhir cerita dari persaingan 2 model giant excavator dengan kekuatan penggalian berbeda tersebut, yang menggunakan produksi sebagai parameter utama penilaian, tentu akan dimenangkan oleh giant excavator dengan kekuatan sedang.
Sepintas, memang penilaian seperti itu terasa kurang fair. Namun hal itulah yang sedang terjadi di dunia pertambangan kita.Dan hal itu tidak sepenuhnya salah.Karena, sekali lagi, giant excavator dibeli untuk berproduksi besar.
Pada paparan diatas, memang ada sesuatu yang lompat terlalu jauh, dimana dari kekuatan penggalian, langsung lompat ke produksi yang lebih rendah.Nah, ditengah-tengahnya, sebenarnya banyak hal yang belum terungkap.

Ketika satu giant excavator dialokasikan pada kondisi kerja buruk, misalnya fragmentasi peledakan yang masih banyak boulder-nya, atau materialnya sendiri tergolong sangat keras, giant excavator tersebut harus menggunakan kekuatan penggalian yang besar. Dengan dikerahkannya kekuatan penggalian yang besar, memang material batuan yang ditangani akan terbongkar. Namun efek samping dari digunakannya kekuatan penggalian yang besar, maka akan terjadi stress pada material logam di giant excavator itu sendiri. Dimulai dari teeth bucket, kemudian tersalurkan ke teeth bracket , kemudian ke bucket, lalu ke pin bucket, arm, boom, pin boom, dan akhirnya sampailah pada track. Rambatan stress tersebut akan mencari area yang paling rentan terhadap stress. Yang sering terjadi adalah retak pada bracket, arm, boom. Bahkan penulis pernah mendapati giant excavator yang beroperasi di batuan sangat keras, mendapatkan kerusakan parah pada track link-nya.
Rangkaian kerusakan demi kerusakan, akan membuat phisycal availability alat juga menurun karena sering mengalami ‘break down’. Tentu saat break down, alat tersebut tidak bisa beroperasi apalagi berproduksi. Dan bila satu keretakan sudah teratasi dan diberikan penguatan, dengan kondisi pengoperasian yang masih sama, maka keretakan akan merembet ke tempat lain yang lebih lemah. Dan kembali, break down terjadi lagi. Begitu seterusnya, sehingga secara kumulatif, produksi yang dihasilkan tidak besar.
Saat ini, beberapa perusahaan penambangan yang mengoperasikan ‘giant excavator’, sudah memberikan standar berupa dukungan khusus, misalnya hasil peledakan diatur agar fragmentasinya relatif bagus, dan penyediaan alat bantu (misalnya bulldozer) yang khusus untuk melayani di sekitar lokasi pemuatan.
Jadi bila kita simpulkan, setidaknya ada 2 hal yang berpengaruh terhadap rendahnya produksi diatas, yaitu pada saat alat beroperasi, menjadi rendah karena terganggu dengan pekerjaan lainnya, dan pada satu periode, alat tersebut sering mengalami break down, menyebabkan kumulasi waktu kerja menjadi rendah.
Berkaitan dengan uraian panjang diatas, perlu kiranya diperhatikan faktor-faktor yang harus kita perhatikan pada saat melakukan pemilihan alat berat, khususnya alat muat. Jangan langsung terbuai dengan besarnya kekuatan penggalian. Dan pada saat operasi, jangan paksakan kemampuan alat, karena meskipun terlihat mampu beroperasi maksimal, harus dipertimbangkan pula faktor keawetan komponen.

ivanspba@yahoo.com