Senin, 28 Maret 2011

Management Waktu untuk Alat Berat

Syarat untuk alat berat bisa dioperasikan, sekurangnya tiga hal penting. Yang pertama, alatnya siap untuk dipakai, kedua, kondisinya memungkinkan untuk dipakai, dan ketiga, orang ada yang mengoperasikan.
Kalau satu saja syarat diatas tidak terpenuhi, niscaya tidak akan ada pengoperasian alat berat. Kalau alatnya sehat, cuaca bagus, tapi tidak ada operator, tidak akan ada operasi alat berat. Demikian juga, kalau operatornya siap, tapi tidak ada bahan bakar untuk alat, tentu juga tidak akan ada operasi alat berat.
Pada kesempatan ini, penulis ingin memperkenalkan peta penggunaan waktu oleh alat berat.
Pada praktiknya di lapangan, sering sekali alat berat digunakan secara full time 24 jam. Artinya tidak ada peluang baginya untuk memperpanjang waktu dengan lembur, karena lembur artinya akan memakan waktu 24 jam berikutnya. Misalnya di proyek pertambangan maupun konstruksi. Operatornya boleh istirahat, namun akan digantikan oleh operator lain, sehingga alatnya tetap beroperasi untuk tetap terjaganya kegiatan produksi.
Sebagaimana kita semua mafhum, bahwa alat berat sebagai ‘cash generator’ hanya terjadi manakala alat tersebut berproduksi. Jadi bukan sekedar beroperasi, tapi menghasilkan sesuatu (produktif).
Berikut ini adalah peta waktu produktif alat berat.




Sebelum kita analisis grafik diatas, berikut sedikit definisi sederhana mengenai kata-kata di grafik tsb :
- 24 hours base time : waktu total yang ada
- Available hours : waktu yang digunakan untuk perawatan dan perbaikan terhadap alat berat
- Operation hours : waktu yang sebenarnya bisa digunakan untuk alat beroperasi
- Idle hours : waktu yang terbuang tanpa adanya kerja alat, dengan posisi alat ‘engine off’, misalnya hujan, ada demo, evakuasi karena peledakan, dll
- Working hours : Waktu yang bisa digunakan oleh alat untuk bekerja diarea kerjanya.
- Delay hours : Waktu terbuang yang mengakibatkan alat tidak bekerja di lapangan, dalam kondisi ‘engine on’, seperti menunggu perbaikan lokasi,
-
Meskipun tanpa skala, gambaran diatas bisa memberikan informasi, betapa banyak faktor penghalang alat berat dari sisi waktu yang membuatnya tidak produktif. Dari total waktu yang tersedia (misalnya 24 jam sehari, atau 8,760 jam setahun), tentu tidak semua waktu tersebut bisa digunakan untuk produksi. Alat berat memerlukan perawatan dan perbaikan, dan hal tersebut menjadi faktor pengurang (kita sebut dengan maintenance hours) waktu produksi.
Grafik tersebut bisa dibilang ‘customize’. Tergantung karakteristik proyek yang akan dijalankan. Misalnya, pekerjaan pemanenan kayu di sektor kehutanan, yang dalam sehari, jam operasinya sekitar –katakanlah- 16 jam, tentu berbeda konsep perhitungannya dibanding sektor pertambangan yang bekerja penuh selama 24 jam.

Cycle time & Produktivitas

Cycle time & Produktivitas


-ivanespe- Bagi orang yang bergelut di alat berat, rasanya sudah sangat familiar dengan istilah ‘cycle time’ atau waktu siklus, yaitu waktu yang diperlukan oleh alat berat untuk melakukan satu siklus kerja.
Dalam operasi alat berat produksi di lapangan, umumnya semua berjalan pada sebuah siklus. Misalnya excavator dalam melakukan kegiatan sebagai alat muat akan melakukan kegiatan utama gali, ayun muat, buang, ayun kosong, gali, dst. Atau dump truck melakukan kegiatan muat, travel isi, buang, travel kosong, muat, dst.
Begitulah karakter suatu siklus, satu alat akan kembali melakukan urutan kegiatan yang sama pada saat berikutnya. Satu siklus, berarti pula satu nilai produksi, sesuai kapasitas alatnya. Misalnya dump truck yang selalu dimuati rata-rata 100 ton, maka pada satu siklus produksi akan menghasilkan 100 ton juga. Dengan mengetahui satu siklus produksi akan menghasilkan 100 ton, tantangan berikutnya adalah, bagaimana caranya agar satu siklus tersebut bisa berlangsung lebih cepat. Contohnya, kalau satu dump truck 100 ton yang dalam operasinya dapat menghasilkan 5 siklus dalam satu jam, maka secara total, akan menghasilkan produktivitas yang lebih tinggi daripada truck kedua yang menghasilkan (misalnya) 4 siklus pada kondisi yang sama dengan truck pertama. Truck pertama akan penghasilkan produktivitas 500 ton perjam, sedang truck kedua menghasilkan 400 ton perjam.
Dan, dari nilai produksi inilah, sebenarnya alat berat baru bisa menjadi ‘cash generator’ bagi pemakainya.
Membahas cycle time, sebenarnya bisa panjang sekali uraiannya, apalagi kalau didetailkan untuk tiap-tiap jenis alat. Untuk itu, tulisan kali ini lebih fokus pada cycle time truck.

Mempercepat rata-rata cycle time

Ketika cepatnya waktu siklus sangat menentukan tinggi rendahnya nilai produktivitas, maka hal penting berikutnya adalah bagaimana mempercepat waktu siklus tersebut. Memang ada kalanya ketika cycle time sudah berada di level tertingginya, bila dipaksa untuk mempercepatnya, pasti akan berimbas terhadap hal-hal lainnya, misalnya safety yang terabaikan atau beberapa komponen alatnya akan cepat rusak. Tentu dalam kondisi seperti ini, paling tidak yang bisa dilakukan adalah mempertahankan cycle time tetap berada di level yang paling optimum.
Hal utama yang sering menjadi penyebab berfluktuasinya cycle time (kadang cepat, kadang lambat) adalah adanya gangguan operasi yang terjadi. Secara teknis, jenis gangguan cycle time ada beberapa macam, yaitu ‘rolling resistance’, dimensi kerja (terutama tikungan-tikungan), lalu lintas, dan penyebab lainnya.
Sedangkan dari sisi timing, ada dua jenis gangguan. Jenis gangguan pertama, adalah gangguan yang terjadi secara sistemik, yang akan berimbas pada setiap cycle time. Contohnya untuk dump truck, adanya tikungan tajam yang membuat dump truck harus mengurangi kecepatan, atau simpang dengan jalur lain, yang terpaksa harus sering mengurangi kecepatan, atau bahkan berhenti. Atau untuk alat muat, adanya fragmentasi material yang terlalu besar untuk dimuat. Itu diluar faktor yang memang pasti akan membuat cycle time menjadi rendah, seperti rendahnya operator skill dan kondisi kesehatan alatnya sendiri.
Jenis gangguan lainnya adalah gangguan yang terjadi secara sporadis. Artinya gangguan tersebut kadang muncul, begitu teratasi, cycle time akan normal lagi. Namun kemudian, gangguan tersebut akan bisa muncul lagi. Contoh yang sering terjadi untuk dump truck, adalah kerusakan jalan secara parsial, dimana satu titik jalan rusak, yang akan mengakibatkan gangguan pada cycle time dump truck, lalu ketika titik jalan tersebut diperbaiki, cycle time akan normal kembali. Namun kondisi tersebut bisa berulang ketika jalan tadi menjadi rusak kembali. Pernah penulis mendapati kasus, ketika produktivitas armadanya dinilai rendah, akan diputuskan untuk invest truck tambahan agar bisa lebih tinggi. Ketika dilakukan study yang lebih mendalam, ternyata penyebab rendahnya produktivitas rendah tersebut bukan karena kurang truck, tetapi karena kurang optimalnya cycle time-nya, yang diakibatkan kerusakan beberapa titik jalan. Ketika diupayakan perbaikan jalan, cycle time menjadi lebih bagus, dan produktivitasnya otomatis meningkat. Dan akhirnya disimpulkan, tidak perlu invest truck lagi, tapi cukup tambah satu unit motor grader untuk perawatan jalan, dengan total investasi yang hanya mencapai setengah daripada invest truck baru.



Melewati jalan yang rusak didepannya, dump truck di jalan ini akan selalu mengurangi kecepatan. Setelah jalan diperbaiki, nantinya dump truck tidak perlu mengurangi kecepatan.

Di hampir tiap proyek tambang, sering sekali penyebab rendahnya produktivitas sebenarnya adalah penyebab ke dua, yaitu gangguan yang bersifat sporadis.
Kalau penyebab sistemik, bisa dibilang sangat kecil. Sudah banyak sekali handbook yang memberikan informasi bagaimana desain jalan tambang yang benar, bagaimana menentukan dimensi loading area, dumping area, tikungan, tanjakan, dan dimensi kerja lainnya yang benar. Misalnya, dimensi loading area harus cukup untuk truck-nya bisa sekali manuver, atau radius tikungan dibuat agar truck tidak perlu mengurangi kecepatan ketika melintasinya, dll.
Namun panduan perawatan kondisi kerja, sesungguhnya sangat kondisional. Bisa jadi di tambang batubara, dengan material jalan batuan sedimen yang relatif lunak, mungkin dibutuhkan perawatan dengan motor grader –katakanlah- tiap seperempat jam sekali untuk satu titik jalan. Namun di tambang emas, dengan material jalan dari batuan beku yang jauh lebih keras, bisa jadi cukup satu jam sekali. Bahkan sama-sama tambang batubara-pun, satu lokasi dengan lokasi yang lainnya, akan membutuhkan model perawatan yang berbeda.
Langkah terakhir dari proses diatas, adalah membuat satu standar kerja ataupun SOP untuk mempertahankan tingginya level produktivitas itu. Misalnya, adanya satu orang khusus yang memantau kondisi jalan. Kemudian pemantauan produktivitas, bukan hanya di jobsite, bahkan banyak perusahaan yang memiliki beberapa jobsite, membuat tampilan online nilai produktivitas yang bisa dilihat dari kantor pusatnya. Begitulah, banyak macam cara untuk pemantauan produktivitas tsb.

Safety, jauh diatas kepentingan produktivitas

Di akhir tulisan ini, penulis mengingatkan, jauh diatas kepentingan produktivitas, yang harus tetap diutamakan adalah faktor keselamatan atau safety. Apapun upaya yang dilakukan dalam rangka mempercepat cycle time, tetaplah harus mengutamakan keselamatan. Kecepatan dump truck yang terlalu tinggi, pasti akan menjadi berbahaya.



Rambu perintah di tepi jalan seperti ini, memang diperlukan untuk alasan safety, meski secara teoritis, akan menurunkan produktivitas. Lokasi : Tambang nikel di Sulawesi.

Tetap harus diperhatikan nilai optimum dari cycle time, bukan maksimum. Beberapa perusahaan tambang kadang memberikan ‘polisi tidur’ di jalan angkutnya, atau rambu pengurang kecepatan, karena adanya potensi overspeed oleh truck yang melaju diatasnya. Atau beberapa pabrikan truck menambahkan fitur ‘speed limiter’ untuk men-setting kecepatan maksimum yang bisa dicapai oleh satu kendaraan.


Penulis :
Ivan Susilo
Application Engineer di perusahaan distributor alat berat
Alamat : ipank@dr.com