Rabu, 12 Januari 2011

Ketika kekuatan penggalian justru menjadi kelemahan


Ketika kekuatan penggalian justru menjadi kelemahan
Hari ini, makin banyak produsen hydraulic excavator yang berlomba-lomba meningkatkan performa alatnya. Hal ini tak lain karena mengejar tuntutan konsumen yang selalu ingin lebih.
Demikian juga untuk hydraulic excavator ukuran besar atau raksasa.Dengan semakin ketatnya persaingan diantara produsen ‘giant hydraulic excavator’, maka performa maupun kehandalannya juga semakin ditingkatkan.Tak heran, hampir tiap tahun selalu ada modifikasi baru atau malah launching produk baru dari alat berat.
Kekuatan penggalian (baik bucket digging force maupun arm crowd force) dari ‘giant hydraulic excavator’ adalah salah satu aspek yang banyak mendapat sentuhan modifikasi. Umumnya, untuk kelas yang sama, modifikasinya akan mengarah pada peningkatan kekuatan penggalian. Karena ini merupakan satu nilai jual yang sangat menarik untuk pelanggan.Jadi dengan berbagai dimensi kerja yang mungkin sama, namun alat baru hasil modifikasi tersebut memberikan kekuatan penggalian yang lebih besar.
Namun benarkah yang dibutuhkan di tambang adalah giant hydraulic exacavator dengan kekuatan penggalian paling besar?Mari kita simak dulu bahasan ini.
Penulis pernah mendapatkan beberapa pengalaman akan hal ini di beberapa job site. Ketika ada 2 merk giant hydraulic excavator dioperasikan oleh perusahaan di satu jobsite.Yang satu memiliki kekuatan penggalian lebih besar dibanding satunya.Dan spesifikasi ini telah diketahui orang-orang di lapangan. Maka seperti sudah otomatis, excavator dengan kekuatan penggalian lebih besar tentu akandiberikan lokasi kerja yang lebih berat atau keras, dimana memang diperlukan alat yang lebih kuat disitu. Sedangkan tempat yang lebih mudah digali dan muat, akan dialokasikan excavator yang memiliki kekuatan penggalian lebuh rendah. 

Disisi ini, memang besarnya kekuatan penggalian terlihat bermanfaat.Material hasil peledakan yang masih berukuran ‘boulder’ pun mampu dia perkecil ukurannya dengan teeth bucket-nya. Bahkan seringkali giant excavator ini mendapat tempat dengan material hasil peledakan yang sama sekali tidak bagus. Namun bagi perusahaan tambang, sebenarnya bukan untuk keperluan tersebut giant excavator dibeli.Alat tersebut dibeli untuk menghasilkan produksi yang tinggi.Pekerjaan utama sebagai alat muat terganggu dengan pekerjaan sebagai alat bongkar.Waktu edar pemuatan menjadi lebih lama, dan akibatnya produktivitas armada menurun.Dengan kata lain, semakin besar kelas excavator yang dibeli, juga diharapkan tingkat produksi yang semakin tinggi pula. Pada contoh kasus umum seperti diatas, pada akhirnya, excavator dengan kekuatan penggalian lebih besar, akan terekam menghasilkan produksi yang lebih rendah daripada satunya. Hal inilah yang terlihat oleh perusahaan, dimana besarnya angka produksi yang menjadi tolok ukur akhir prestasi giant excavator.
Akhir cerita dari persaingan 2 model giant excavator dengan kekuatan penggalian berbeda tersebut, yang menggunakan produksi sebagai parameter utama penilaian, tentu akan dimenangkan oleh giant excavator dengan kekuatan sedang.
Sepintas, memang penilaian seperti itu terasa kurang fair. Namun hal itulah yang sedang terjadi di dunia pertambangan kita.Dan hal itu tidak sepenuhnya salah.Karena, sekali lagi, giant excavator dibeli untuk berproduksi besar.
Pada paparan diatas, memang ada sesuatu yang lompat terlalu jauh, dimana dari kekuatan penggalian, langsung lompat ke produksi yang lebih rendah.Nah, ditengah-tengahnya, sebenarnya banyak hal yang belum terungkap.

Ketika satu giant excavator dialokasikan pada kondisi kerja buruk, misalnya fragmentasi peledakan yang masih banyak boulder-nya, atau materialnya sendiri tergolong sangat keras, giant excavator tersebut harus menggunakan kekuatan penggalian yang besar. Dengan dikerahkannya kekuatan penggalian yang besar, memang material batuan yang ditangani akan terbongkar. Namun efek samping dari digunakannya kekuatan penggalian yang besar, maka akan terjadi stress pada material logam di giant excavator itu sendiri. Dimulai dari teeth bucket, kemudian tersalurkan ke teeth bracket , kemudian ke bucket, lalu ke pin bucket, arm, boom, pin boom, dan akhirnya sampailah pada track. Rambatan stress tersebut akan mencari area yang paling rentan terhadap stress. Yang sering terjadi adalah retak pada bracket, arm, boom. Bahkan penulis pernah mendapati giant excavator yang beroperasi di batuan sangat keras, mendapatkan kerusakan parah pada track link-nya.
Rangkaian kerusakan demi kerusakan, akan membuat phisycal availability alat juga menurun karena sering mengalami ‘break down’. Tentu saat break down, alat tersebut tidak bisa beroperasi apalagi berproduksi. Dan bila satu keretakan sudah teratasi dan diberikan penguatan, dengan kondisi pengoperasian yang masih sama, maka keretakan akan merembet ke tempat lain yang lebih lemah. Dan kembali, break down terjadi lagi. Begitu seterusnya, sehingga secara kumulatif, produksi yang dihasilkan tidak besar.
Saat ini, beberapa perusahaan penambangan yang mengoperasikan ‘giant excavator’, sudah memberikan standar berupa dukungan khusus, misalnya hasil peledakan diatur agar fragmentasinya relatif bagus, dan penyediaan alat bantu (misalnya bulldozer) yang khusus untuk melayani di sekitar lokasi pemuatan.
Jadi bila kita simpulkan, setidaknya ada 2 hal yang berpengaruh terhadap rendahnya produksi diatas, yaitu pada saat alat beroperasi, menjadi rendah karena terganggu dengan pekerjaan lainnya, dan pada satu periode, alat tersebut sering mengalami break down, menyebabkan kumulasi waktu kerja menjadi rendah.
Berkaitan dengan uraian panjang diatas, perlu kiranya diperhatikan faktor-faktor yang harus kita perhatikan pada saat melakukan pemilihan alat berat, khususnya alat muat. Jangan langsung terbuai dengan besarnya kekuatan penggalian. Dan pada saat operasi, jangan paksakan kemampuan alat, karena meskipun terlihat mampu beroperasi maksimal, harus dipertimbangkan pula faktor keawetan komponen.

ivanspba@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar