Rabu, 20 April 2011

Blasting vs loading-hauling cost

ivanespe - Blasting, atau peledakan untuk membongkar material batuan yang tergolong keras, saat ini sudah hampir menjadi kebutuhan mutlak untuk tiap tambang yang memungkinkan untuk penggunaan metode tersebut. Memang ada beberapa metode lain yang bisa dilakukan untuk pembongkaran batuan ini, diantaranya direct digging (membongkar material langsung menggunakan excavator) dan ripping (menggunakan bulldozer yang dilengkapi dengan attachmet belakang berupa ripper). Metode blasting ini memiliki banyak keunggulan dibandingkan metode lain, diantaranya produksi yang dihasilkan bisa lebih tinggi dibandingkan metode lain, sehingga berpotensi juga menurunkan biaya produksi tambang. Selain itu, metode blasting ini cocok untuk diterapkan pada tambang besar dengan alat muat sangat besar. Bahkan untuk alat muat dengan kapasitas 6.5 m3 keatas, akan lebih efisien bila menggunakan metode blasting. Dengan ukuran bucket tersebut, kemungkinan sudah memerlukan ukuran jenjang pemuatan setinggi 3.5 m, akan sulit untuk dipenuhi oleh metode ripping. Rata-rata, hasil ripping untuk kelas bulldozer yang umum di tambang, sekelas Komatsu D375 atau Cat D10, hanya bisa memberikan kedalaman penggalian (yang menjadi ketinggian jenjang alat muat) sekitar 1.5 m. Sedangkan untuk metode direct excavating, masih tergantung kekerasan batuannya.

Output Peledakan

Output dari peledakan sendiri, sebenarnya sangat ditentukan oleh kekuatan peledakan maupun dimensi desain peledakannya. Yang dimaksud dimensi desain peledakan, merupakan perpaduan dari kedalaman dan diameter lubang tembak, juga ukuran jarak burden & spacing. Karena, output peledakan bukan sekedar berapa banyak volume yang diinginkan, namun sering juga dituntut untuk menghasilkan sebaran fragmentasi yang diinginkan. Kalau secara volumenya banyak, namun fragmentasi hasil peledakan masih menyisakan ukuran boulder yang banyak pula, malah akan menyulitkan proses penanganan berikutnya. Di beberapa kuari batuan, bahkan diperlukan secondary blasting untuk memperkecil ukuran boulder yang oversize tersebut, atau sengaja invest excavator yang dilengkapi dengan hydraulic breaker untuk memperkecil ukuran boulder tersebut. Oversize tersebut bisa ditinjau dari kacamata ukuran bucket alat muat, dump body alat angkut, maupun ukuran hoper, feeder, dan crusher (untuk kuari). Oversize bisa menyebabkan sulitnya dimuat, kerusakan dinding dump body, proses pemuatan di hoper terhenti, sampai crusher yang macet karenanya. Kalau boulder tersebut masih dilapangan, tinggal disingkirkan agar tidak mengganggu alat angkut alat muat, selesai. Tapi kalau sudah terlanjur menyumbat crusher, macet, maka proses produksi akan terhenti, karena terhentinya satu rantai produksi. Maka tidak ada pilihan lain, batu tersebut harus diatasi.

Biaya Peledakan

Semakin rapat jarak burden dan spasing pada satu desain peledakan, maka akan menghasilkan fragmentasi hasil peledakan yang lebih kecil pula. Demikian pula sebaliknya. Bila menginginkan hasil peledakan dengan ukuran boulder yangrelatif sedikit, perlu pula diatur dimensi peledakan yang tepat. Namun perlu diingat, bahwa merapatkan jarak burden dan spasing, tentu akan membutuhkan jumlah lubang tembak yang lebih banyak. Dan, semakin banyak lubang tembaknya, otomatis juga akan memerlukan bahan peledak yang lebih banyak pula. Itu berarti biaya yang dibutuhkan akan lebih besar.

Blasting cost vs loading-hauling cost

Kalau kita ingin membuat sensitifitas analisis pengaruh pengaturan peledakan dengan proses berikutnya (yaitu loading-hauling) mari kita buat satu alat ukur yang sama. Biaya produksi yang umum dipakai adalah Rp/bcm. Semakin banyak biaya (Rp) maka perbandingan itu akan semakin besar, demikian juga kalau bcm-nya makin besar, berarti nilai Rp/bcm akan semakin kecil pula. Nah, kalau diatas tadi masalah peledakan sudah disinggung, makin banyak lubang tembak, atau menghasilkan fragmentasi kecil akan memerlukan biaya makin besar.
Sekarang kita lihat kaitannya dengan loading-hauling cost.
Makin banyak dan besar boulder hasil peledakan, akan menyulitkan bagi proses loading & hauling. Ini bukan saja menyulitkan, tapi akan menurunkan produktivitas alat loading hauling. Jelas, karena cycle time alat muat pasti akan bertambah. Turunnya produktivitas alat loading hauling ini, pada rumusan Rp/bcm, tentu akan menjadi faktor penambah nilai akhir. Katakanlah, biaya (Rp) tetap, tapi dengan menurunnya nilai produktivitas, berarti Rp/bcm akan lebih tinggi. Hauling cost? Ya tentu saja. Dengan lebih lamanya truck menunggu untuk dimuati, akan enyebabkan cycle time truck menjadi lebih lama, dan produktivitas lebih kecil. Akhirnya, akan sama dengan alat muat tadi.

Jadi, blasting cost akan berbanding terbalik dengan loading cost maupun hauling cost.

Kamis, 07 April 2011

Ban Yang Digunakan Pada Komatsu Off-Highway Dump Trucks.

Ban Yang Digunakan Pada Komatsu Off-Highway Dump Trucks.

1. Karakteristik ban dan kondisi operasi
Memilih jenis ban yang sesuai untuk digunakan pada operasi dump truck adalah sangat penting, hal ini dikarenakan komponen biaya pada pekerjaan transportasi hasil tambang menunjukan bahwa biaya yang terserap untuk ban cukup tinggi dan kecenderungan semakin meningkat. Oleh karena itu pengetahuan tentang ban dan aplikasinya dirasa sangat penting dipahami oleh pihak-pihak yang terkait dengan pengoperasian dump truck. Tabel 24 menggambarkan karakteristik ban yang disesuaikan dengan kondisi permukaan jalan dan TMPH.

Tabel 24, Karakteristik ban dan kondisi operasi


Characteristics Haul Distance and Payload Surface Condition
Low
TMPH Middle
TMPH High
TMPH Rocks Scattered on Surface Surface Ruggedness Sub base
Thin Nor-
mal Thick Good Nor-
mal Bad Nor-
mal Soft
CR       
CR    
HR,SHR   
Note CR : Cut Resistance
HR : Heat Resistance SHR : Super Heat Resistance

2. Ban yang tersedia untuk Komatsu dump trucks
Semua Komatsu dump trucks, hanya menggunakan ban jenis tubeless, dan setiap ukuran ban diklasifikasikan ke dalam kode E3 dan E4. Kedua-duanya mempunyai karakteristik yang sama, yaitu CR, GP atau HR, untuk disesuaikan terhadap kondisi operasi.
Ukuran dan kode ban untuk Komatsu dump trucks adalah seperti contoh berikut :

Penggunaan ban untuk HD325-6
Model Tires size Code Remarks

HD325-6 18.00-33-32PR E-3,E-4
18.00-33-28PR E-3,E-4
18.00R33** E-3,E-4 * Radial tires
Code E adalah ban tipe Earthmover service yang aplikasinya untuk transportasi. Umumnya ban dengan kode E digunakan pada : Dump trucks, Articulated dump trucks, Coal haulers dan Motor scrapper.





Pada applikasi transportasi, ban yang diperlukan ialah ban yang mempunyai karakteristik :
 Heat-resistance
 Cut-resistance
 Wear-resistance
 Shock burst-resistance

3. Aplikasi ban (earthmover service) sesuai dengan klasifikasinya

Service TRA
classification Tread Use






Earthmover E-1 Rib For front wheels of dump trucks

E-2
Traction For scrapers used on sandy ground and soft soil where traction is necessary.

E-3
Rock For dump trucks and scrapers used where resistance against external damage and abrasion is important.

E-4
Rock Deep Tread For scrapers and dump trucks used where resistance against external damage and abrasion is required.

E-7
Floatation For carry-all scrapers stronger than E3, used where only floatation is needed.


4. Memilih jenis ban dengan memperhitungkan TMPH
Beban angkut, temperatur, jarak angkut yang jauh, kecepatan laju kendaraan yang tinggi, jika menggunakan ban yang standar, kemungkinan tidak sesuai. Karena ban standar memiliki TMPH yang kecil. Untuk menentukan jenis ban yang cocok dengan kondisi yang digambarkan seperti di atas, terlebih dahulu nilai TMPH harus diperhitungkan , kemudian baru dipilih jenis ban yang optimum. (lihat tabel 25)

Tabel 25, TKPH untuk tipe ban bias
Model Tire size Code BRIGESTONE
Pattern HR GP CR
HD255-5
16.00-25-28PR OR
16.00-25-32PR E-3 RL 204 139 124
E-4 RLS - 111 97
HD325-6
18.00-33-28PR OR
18.00-33-32PR E-3 RL 314 212 190
E-4 ELS2 - 182 161
HD465-5 21.00-35-32PR OR
21.00-35-36PR E-3 RL 392 270 248
E-4 ELS2 - 219 204
HD465-5 24.00-35-36PR E-3 RL 460 328 292
E-4 RLS 394 277 234
Model Tire size Code BRIDGESTONE
Patern HR GP CR
HD785-3 24.00-49-48PR
E3 RL 577 431 357
E4 ELS 518 362 321
HD785-3 27.00-49-42PR OR
27.00-49-48PR E3 EL 701 496 423
E4 ELS 569 409 350
HD1200M-1 33.00-51-50PR E4 ELS - 533 460
33.00-51-58PR E4 ELS - 533 460
HD1600M-1 36.00-51-50PR E4 ELS - 469 526
36.00-51-58PR E4 ELS - 469 526
Note :
1. The TKPH in the table is value at an ambient temperature of 38°C. (the value as of February 1990). If the distance for the round trip exceeds 5 km, the tire life is groverned by travel conditions, so check with the tire maker

Selasa, 05 April 2011

Murah selalu menguntungkan, benarkah?

Murah selalu menguntungkan, benarkah?

ivanespe - Semakin banyak merk alat berat yang ada di Indonesia, semakin memberikan pilihan bagi pengguna untuk mencari, mana yang paling tepat untuk dibeli. Untuk bersaing dengan merk yang sudah mapan di Indonesia, rata-rata merk baru tersebut dijual dengan harga yang lebih murah. Benarkah harga alat yang murah selalu menguntungkan? Tulisan ini sedikit memberikan gambaran perlunya sedikit saja berhitung ke depan sebelum memutuskan membeli alat. Tentu tulisan ini tidak ingin membela ataupun memojokkan satu merk tertentu, namun semata memberikan pertimbangan lain dalam memilih alat.
“Uang untuk invest 3 unit merk X yang mahal, bisa dapat 4 unit merk Y yang jauh lebih murah. Saya tahu support Y belum begitu bagus, ketika perlu service atau part, akan sulit. Rencana, tahun depan, 1 dari 4 alat saya jadikan ‘toko’, availability 3 sisanya akan tertolong.” Begitu argumen yang sering muncul untuk pemilih alat berat dengan harga relatif murah. Toko adalah istilah yang sering digunakan untuk alat berat yang akhirnya dikorbankan untuk diambil masing-masing komponennya untuk unit lain. Istilah lainnya adalah kanibal.
“ Merk mahal biasanya punya product support yang bagus. Saya nggak mau capek nungguin spare part atau service-nya kalau pas rusak. Mending mahalan dikit, tapi alat lebih banyak kerja. Ujung-ujungnya saya bisa dapat uang lebih banyak dari produksi alat ini. Saya mau fokus di core business saya.” Kalau ini argumen pemilih alat ‘mahal’, yang berhitung, banyaknya produksi satu kurun waktu, bisa menutupi ‘mahalnya’ alat maupun product supportnya.
Kalau dibuat statistik, alat berat baru untuk kelas yang sama, deviasi harga di Indonesia untuk alat termahal dengan yang termurah, bisa jadi mencapai 30%, bahkan 40%. Angka yang sangat menggiurkan bagi investor alat berat. Kalau dibuat pengelompokan, memang masing-masing ada peminatnya. Bahkan pemegang market share, selalu didominasi merk-merk lama yang secara kelompok tergolong ‘mahal’.
Bagi saya, sebenarnya memilih alat berat ini tergolong seni, saking banyaknya variabel yang harus dipertimbangkan dalam memilihnya, dan agak sulit membuat analisa yang kuantitatif. Dan sah-sah pula pembeli punya alasan yang irrasional dalam memilih alat. Ada yang balas budi ke salesman alat berat karena sudah dibantu mendapatkan proyek, ada yang karena diimingi jalan-jalan keluar negeri kalau beli sekian unit, percaya saja sama paranormal yang disewanya, dan alasan lain yang sangat sulit dinumerik-kan. Sehingga tidak bisa dibandingkan secara ‘aple to aple’.
Termasuk seni juga, saat menggunakan teori ‘time value of money’, juga harus hati-hati. Parameter mana yang paling cepat kembali modal, tidak sepenuhnya bisa dipakai. Karena perlu juga dipertimbangkan adanya ‘overhaul’ pada satu waktu, biaya perawatan & operasi yang semakin tua semakin tinggi, availability yang semakin rendah, fuel consumption yang makin tinggi, dll.

Karakter proyek

Ini satu hal yang sangat mendasar yang perlu dipertimbangkan, bagaimana sebenarnya karakter proyek yang menggunakan alat berat tersebut. Apakah memberikan profit margin yang tinggi, umur proyek yang relatif panjang, faktor kesampaian lokasinya, atau karakter spesifik lainnya.
Sektor konstruksi, misalnya, jam penggunaan alat berat umumnya tidak begitu tinggi. Sektor pertambangan batubara, saat ini profit margin sedang bagus, atau sektor perkebunan untuk land clearing, perlu alat yang bisa dipantau dari jauh menggunakan GPS, atau forestry HTI yang rata-rata umur proyeknya panjang namun potensi kerusakan juga cukup besar.
Alat yang digunakan untuk disewa dengan jangka waktu relatif pendek, misalnya 1 tahun, bisa saja menggunakan alat ‘murah’, yang bila dihitung pada akhir sewa sudah bisa memberikan nilai kembali modal atau nilai jual bekas yang menguntungkan. Di beberapa sektor pertambangan batubara dan emas, bahkan banyak yang menyerahkan perawatan alat berat kepada distributor (full maintenance contract) meski harus menanggung biaya per-jam yang lebih tinggi, toh profit margin dari pertambangan ini memang sedang bagus dan pengguna bisa fokus pada core business-nya.

Layanan purna jual

Tiap alat berat, sebagus apapun, pasti akan mengalami kerusakan. Nah saat rusak itulah, dukungan purna jual diperlukan. Entah itu berupa spare part, service, maupun engineering.
Untuk layanan purna jual, umumnya distributor lokal-lah yang sudah memiliki keunggulan di sisi ini. Baik dari sisi coverage area maupun kualitasnya. Artinya, dimanapun alat beratnya, bisa dijangkau dengan layanan tersebut. Juga dari sisi kecepatan layanan, akan lebih cepat didukung oleh cabang distributor terdekatnya.
Memang ada merk tertentu yang tidak memiliki distributor maupun perwakilan di Indonesia, jadi tiap kali pemakai mau membeli spare part original, harus impor langsung dari negara asalnya. Untuk hal seperti ini, dari awal pemilihan alat, pemakai harus mengetahui persis, sehingga bisa memperkirakan bila alatnya suatu saat mengalami kerusakan, bisa diperkirakan, berapa lama spare part-nya bisa dikirim, dan akhirnya berapa lama alatnya tidak bisa dipakai.

Kekuatan Finansial

Untuk faktor ini, agak susah mengatasinya. Karena terkait dengan kemampuan perusahaan dalam melakukan investasi alat berat. Namun sekarang makin banyak jalan keluar untuk hal ini, semisal semakin banyaknya perusahaan leasing ataupun bank yang mau menjadi lembaga penalang dana untuk keperluan investasi alat berat. Bahkan lembaga pembiayaan syariah pun sudah terjun pula di bisnis yang menggiurkan ini. Kadangkala mereka juga terbatas oleh budget yang akan disediakan untuk satu perusahaan tertentu. Karenanya, tak jarang pula satu pengguna alat berat melakukan kredit pada beberapa lembaga pembiayaan untuk mengatasi kendala budget ini.

Nah, selamat menentukan.

Senin, 04 April 2011

Misaplikasi & Misoperasi

Ivanespe - Entah istilah yang saya ambil sebagai judul diatas benar atau salah sebagai kata serapan dari Bahasa Inggris ke Bahasa Indonesia, tapi kedua istilah tersebut sudah terlanjur melekat di benak orang-orang yang berkecimpung di dunia alat berat di Indonesia.

Namun masih sering sedikit membingungkan untuk membedakannya, bahkan sebagian orang menyamakan antara keduanya, meskipun, sebenarnya ada perbedaan yang cukup signifikan antara misaplikasi dan misoperasi.
Sebelumnya, mari kita bahas definisi aplikasi dan operasi alat berat. Aplikasi alat berat meliputi semua hal tentang perencanaan penggunaan alat berat di lapangan. Mulai pemilihan, pengiriman alat berat ke lokasi kerja, penyediaan kondisi kerja untuk alat berat, perencanaan operasi alat berat, sampai dengan mengupayakan perencanaan operasi dengan tingkat biaya operasi paling rendah dan produksi paling optimum.
Sedangkan operasi alat berat, meliputi operasi alat berat. Jadi fokus pada bagaimana alat berat dioperasikan.
Secara aktual, batas antara aplikasi dengan operasi adalah sebagai berikut. Pemilihan alat, perencanaan kondisi kerja, tinggi jenjang kerja, luas area pemuatan, berapa jumlah dump truk tiap satu alat muat, itu adalah bagian dari aplikasi. Sedangkan cara digunakannya alat untuk melakukan kerja adalah bagian dari operasi, misalnya cara penggalian yang benar untuk front shovel adalah dengan mengambil bagian teratas dari jenjang kerja, lalu urut ke bawahnya, kemudian truk digunakan dengan posisi gigi yang direkomendasikan pabrik sesuai kondisi atau sesuai Operation and Maintenance Manual (OMM), itu semua merupakan bagian dari operasi.
Tentu kalau ada awalan mis- (yang berarti kesalahan) didepannya, yang merupakan serapan dari Bahasa Inggris, adalah kesalahan aplikasi alat untuk misaplikasi dan operasi untuk misoperasi.

Implikasi dari misaplikasi dan misoperasi

Yang perlu kita garis bawahi, baik itu misaplikasi ataupun misoperasi adalah satu jenis kesalahan. Oleh karena itu, perlu sekali bagi kita untuk mengetahui implikasi yang akan diterima kalau terjadi misaplikasi ataupun misoperasi.
Aplikasi maupun operasi yang benar dari suatu alat berat, sebetulnya sudah mengacu pada kepentingan keselamatan kerja di proyek, keawetan umur pakai alat berat, tingkat produksi yang optimum, ataupun efisiensi kerja yang tinggi.
Pada alat berat baru, di dalam kontrak antara distributor dan pemakai (pembeli) sering ada klausul yang menyebutkan garansi atas kerusakan yang diberikan distributor atau pabrik bisa ditolak atau gugur, bila kerusakan alat berat tersebut diakibatkan oleh misaplikasi atau misoperasi. Misalnya, kerusakan suspensi yang masih masa garansi, bisa ditolak oleh pabrik, apabila ditemukan fakta atau data bahwa truk dimuati secara berlebihan (overload). Untuk keperluan ini, banyak merk dump truck yang dilengkapi dengan fasilitas pengukuran muatannya. Atau contoh lain, klaim garansi atas kuku (teeth bucket) excavator bisa ditolak, apabila ditemukan fakta alat dioperasikan untuk memukul-mukul lapisan batuan.
Tapi diluar masalah garansi, bagi pemilik alat berat sendiri, misaplikasi dan misoperasi juga bisa memberikan kerugian tersendiri. Kalau sampai terjadi misaplikasi dan misoperasi yang berakibat alat berat mengalami kerusakan (break down), alat berat tidak akan bisa digunakan untuk berproduksi, yang berarti juga tidak akan bisa memberikan penghasilan. Bahkan, kalau kesalahan tadi sampai menimbulkan kecelakaan tambang (accident), apalagi kecelakaan fatal, semua proses produksi bisa dihentikan, dan efeknya semua kegiatan alat berat harus dihentikan pula, dan kadang-kadang berhentinya proses produksi ini bisa sampai berhari-hari, menunggu proses investigasi selesai.
Barangkali, kerugian paling kecil dari misaplikasi dan misoperasi, adalah tidak optimumnya proses produksi suatu tambang. Misalnya satu alat muat yang idealnya harus memuat dengan sudut pemuatan kurang dari 60o, ternyata di lapangan operator melakukannya dengan sudut pemuatan sampai 180o, sehingga waktu ayun menjadi lebih lama, akibatnya waktu edar (cycle time) lebih lama, dan pada akhirnya produksi menjadi lebih kecil dari idealnya. Contoh lain, bila jumlah pasangan alat muat dan dump truck tidak sesuai (unmatch) maka bisa mangakibatkan antrian di area pemuatan yang sebenarnya tidak perlu terjadi atau alat muatnya harus lama menunggu datangnya dump truck.


Excavator kelas 125 ton seperti ini, akan lebih optimal diaplikasikan untuk produksi, bukan untuk perbaikan kolam penampungan


Paradigma Baru
Masalah garansi alat berat sering menjadikan perdebatan antara pabrik, distributor, dan pemakai. Pemakai tentu ingin klaim garansi bisa diterima, sedang bagi pabrik, tidak dengan mudah untuk memberikan ganti atas kerusakan yang timbul, diperlukan studi lebih lanjut untuk melihat seberapa pengaruh aplikasi dan operasi terhadap satu klaim kerusakan.
Satu contoh kesalahan yang cukup sering dilakukan (bahkan dilakukan secara sengaja dan ‘direstui’ oleh pemilik alat) adalah muatan yang berlebihan pada dump truk. Memang iming-iming penambahan revenue dari volume muatan tambahan sangat menjanjikan, karena umumnya revenue dihitung dari volume atau berat muatan. Dan penambahan tersebut bisa diraih di tiap ritase. Makanya, tak heran beberapa perusahaan justru memerintahkan muatan yang berlebihan tadi kepada orang-orang lapangannya. Adapun efek negatif dari hal tersebut, baru dirasakan setelah beberapa hari, bulan atau bahkan bisa jadi beberapa tahun berikutnya.
Dengan memahami bahwa adanya tambahan revenue, seringkali distributor harus bisa memaklumi adanya aturan internal satu perusahaan. Meski saat klaim garansi sering terjadi perdebatan. Namun yang mulai banyak diberikan pengertian kepada pengguna alat berat, adalah penjelasan mengenai efek negatif dari muatan yang berlebihan tersebut. Jadi, berkaitan dengan kesalahan yang dilakukan oleh pengguna, bukan dengan menghakimi benar salahnya satu penggunaan alat berat, tapi lebih kepada efek domino kalau sampai terjadi kesalahan tersebut. Misalnya, efek dari muatan berlebihan, overspeed, dan berbagai kesalahan lainnya, adalah berkurangnya umur pakai suspensi, ban, transmisi, dsb. Artinya, disamping penambahan revenue akibat overload, juga harus diterima berbagai kerusakan yang ditimbulkan sebagai konsekuensi logisnya. Tentu oleh desainer alat berat di pabriknya, sudah dipertimbangkan mengenai spesifikasi beban kerja yang diijinkan pada satu model alat berat, dan ketika terlampaui, tinggal ditunggu saja akibatnya.

Friend, Mining, and Me_______1


Ini pas survey bareng temen-temen di Service Div ke Buma site Lati. Pas ada PC2000 baru dengan bucket 14 m3.

Sama salesman UT Banjar, si Toga. Ada juga customer, yang ternyata udah temen di facebook, mas Agung. Alumni UPN juga.

Muka lagi kusut, abis lembur sama si Aloke 'India man' dan si Jepang (lupa namanya).


Pas sama-sama temen UT & SIS Adaro. Ada Pak Wori & Imam dari UT. Trus dari SIS, ada Eka Maria, Astri, Ardi, Mauris.
Kayaknya sekarang tinggal Ardi yang masih di SIS. Tapi, wherever they are, semoga selalu sukses, lancar semua usahanya & berkah.