Selasa, 05 April 2011

Murah selalu menguntungkan, benarkah?

Murah selalu menguntungkan, benarkah?

ivanespe - Semakin banyak merk alat berat yang ada di Indonesia, semakin memberikan pilihan bagi pengguna untuk mencari, mana yang paling tepat untuk dibeli. Untuk bersaing dengan merk yang sudah mapan di Indonesia, rata-rata merk baru tersebut dijual dengan harga yang lebih murah. Benarkah harga alat yang murah selalu menguntungkan? Tulisan ini sedikit memberikan gambaran perlunya sedikit saja berhitung ke depan sebelum memutuskan membeli alat. Tentu tulisan ini tidak ingin membela ataupun memojokkan satu merk tertentu, namun semata memberikan pertimbangan lain dalam memilih alat.
“Uang untuk invest 3 unit merk X yang mahal, bisa dapat 4 unit merk Y yang jauh lebih murah. Saya tahu support Y belum begitu bagus, ketika perlu service atau part, akan sulit. Rencana, tahun depan, 1 dari 4 alat saya jadikan ‘toko’, availability 3 sisanya akan tertolong.” Begitu argumen yang sering muncul untuk pemilih alat berat dengan harga relatif murah. Toko adalah istilah yang sering digunakan untuk alat berat yang akhirnya dikorbankan untuk diambil masing-masing komponennya untuk unit lain. Istilah lainnya adalah kanibal.
“ Merk mahal biasanya punya product support yang bagus. Saya nggak mau capek nungguin spare part atau service-nya kalau pas rusak. Mending mahalan dikit, tapi alat lebih banyak kerja. Ujung-ujungnya saya bisa dapat uang lebih banyak dari produksi alat ini. Saya mau fokus di core business saya.” Kalau ini argumen pemilih alat ‘mahal’, yang berhitung, banyaknya produksi satu kurun waktu, bisa menutupi ‘mahalnya’ alat maupun product supportnya.
Kalau dibuat statistik, alat berat baru untuk kelas yang sama, deviasi harga di Indonesia untuk alat termahal dengan yang termurah, bisa jadi mencapai 30%, bahkan 40%. Angka yang sangat menggiurkan bagi investor alat berat. Kalau dibuat pengelompokan, memang masing-masing ada peminatnya. Bahkan pemegang market share, selalu didominasi merk-merk lama yang secara kelompok tergolong ‘mahal’.
Bagi saya, sebenarnya memilih alat berat ini tergolong seni, saking banyaknya variabel yang harus dipertimbangkan dalam memilihnya, dan agak sulit membuat analisa yang kuantitatif. Dan sah-sah pula pembeli punya alasan yang irrasional dalam memilih alat. Ada yang balas budi ke salesman alat berat karena sudah dibantu mendapatkan proyek, ada yang karena diimingi jalan-jalan keluar negeri kalau beli sekian unit, percaya saja sama paranormal yang disewanya, dan alasan lain yang sangat sulit dinumerik-kan. Sehingga tidak bisa dibandingkan secara ‘aple to aple’.
Termasuk seni juga, saat menggunakan teori ‘time value of money’, juga harus hati-hati. Parameter mana yang paling cepat kembali modal, tidak sepenuhnya bisa dipakai. Karena perlu juga dipertimbangkan adanya ‘overhaul’ pada satu waktu, biaya perawatan & operasi yang semakin tua semakin tinggi, availability yang semakin rendah, fuel consumption yang makin tinggi, dll.

Karakter proyek

Ini satu hal yang sangat mendasar yang perlu dipertimbangkan, bagaimana sebenarnya karakter proyek yang menggunakan alat berat tersebut. Apakah memberikan profit margin yang tinggi, umur proyek yang relatif panjang, faktor kesampaian lokasinya, atau karakter spesifik lainnya.
Sektor konstruksi, misalnya, jam penggunaan alat berat umumnya tidak begitu tinggi. Sektor pertambangan batubara, saat ini profit margin sedang bagus, atau sektor perkebunan untuk land clearing, perlu alat yang bisa dipantau dari jauh menggunakan GPS, atau forestry HTI yang rata-rata umur proyeknya panjang namun potensi kerusakan juga cukup besar.
Alat yang digunakan untuk disewa dengan jangka waktu relatif pendek, misalnya 1 tahun, bisa saja menggunakan alat ‘murah’, yang bila dihitung pada akhir sewa sudah bisa memberikan nilai kembali modal atau nilai jual bekas yang menguntungkan. Di beberapa sektor pertambangan batubara dan emas, bahkan banyak yang menyerahkan perawatan alat berat kepada distributor (full maintenance contract) meski harus menanggung biaya per-jam yang lebih tinggi, toh profit margin dari pertambangan ini memang sedang bagus dan pengguna bisa fokus pada core business-nya.

Layanan purna jual

Tiap alat berat, sebagus apapun, pasti akan mengalami kerusakan. Nah saat rusak itulah, dukungan purna jual diperlukan. Entah itu berupa spare part, service, maupun engineering.
Untuk layanan purna jual, umumnya distributor lokal-lah yang sudah memiliki keunggulan di sisi ini. Baik dari sisi coverage area maupun kualitasnya. Artinya, dimanapun alat beratnya, bisa dijangkau dengan layanan tersebut. Juga dari sisi kecepatan layanan, akan lebih cepat didukung oleh cabang distributor terdekatnya.
Memang ada merk tertentu yang tidak memiliki distributor maupun perwakilan di Indonesia, jadi tiap kali pemakai mau membeli spare part original, harus impor langsung dari negara asalnya. Untuk hal seperti ini, dari awal pemilihan alat, pemakai harus mengetahui persis, sehingga bisa memperkirakan bila alatnya suatu saat mengalami kerusakan, bisa diperkirakan, berapa lama spare part-nya bisa dikirim, dan akhirnya berapa lama alatnya tidak bisa dipakai.

Kekuatan Finansial

Untuk faktor ini, agak susah mengatasinya. Karena terkait dengan kemampuan perusahaan dalam melakukan investasi alat berat. Namun sekarang makin banyak jalan keluar untuk hal ini, semisal semakin banyaknya perusahaan leasing ataupun bank yang mau menjadi lembaga penalang dana untuk keperluan investasi alat berat. Bahkan lembaga pembiayaan syariah pun sudah terjun pula di bisnis yang menggiurkan ini. Kadangkala mereka juga terbatas oleh budget yang akan disediakan untuk satu perusahaan tertentu. Karenanya, tak jarang pula satu pengguna alat berat melakukan kredit pada beberapa lembaga pembiayaan untuk mengatasi kendala budget ini.

Nah, selamat menentukan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar